Senin, 19 September 2011

Metamorfosis (Chapter 7)

pic. by : Johansen Halim
Perjalanan menggunakan bus mini pribadi yang dipelopori Oddie benar-benar sesuai bayangannya. Ramai, gila, kocak, dan menggembirakan. Bahkan, melebihi dari ekspektasi Oddie, Tamara yang cantiknya bukan kepalang ikutan meramaikan bus bermuatan sekitar 15 orang tersebut. Tamara duduk di barisan paling belakang dan berada di dekat jendela agar bisa menikmati pemandangan selama perjalanan.

Merasa ada topik dadakan, Septian melayangkan sebongkah ledekan ke Oddie dan Tamara.

“Bilang-bilang dong Od kalau lu ngajakain Tamara juga,” sindir Septian yang kemudian mendapat cubitan pipi dari Oddie.

“Ato jangan-jangan lu emang butuh suster nih buat jagain lu yang baru sembuh, oooo....soo sweeettt, maniss bangeettt...” ledek Luna yang diikuti sorakan Geng Cuwit-Cuwit.

Mendengar ledekan tersebut, sayembara memerahkan pipi diikuti oleh Oddie dan Tamara. Oddie tidak bisa membalas ledekan teman-temannya dan cuma bisa memonyong-monyongkan bibirnya, bahkan berusaha untuk menenangkan Tamara yang pipinya sudah memerah marun.

“Wah, ga usah didengerin Tam. Mereka ga biasa dengan kehidupan Barat kayak kita-kita gini, deket dikit udah disorakin, hehehe....Nih, minum dulu, tadi ngos-ngosan kan,” ujar Oddie menenangkan hati Tamara sambil memberikan sebotol air mineral. Sembari memberikan air mineral tersebut, Oddie duduk di samping Tamara. Basa-basi Oddie yang kepalang basi mulai meluncur dari bibir tipisnya.

“Kok tumben kamu telat? Ga biasanya. Ato kita emang jodoh kali ya biar bisa berangkat barengan? Hahahahaha....” canda Oddie dengan penuh rasa percaya diri. Mendengar gurauan Oddie, Tamara mulai merasa bahwa Oddie juga ada rasa dengannya. Sembari Oddie ngoceh apapun yang ada di pikirannya, mulai membicarakan gunung, sawah, sampai eye liner Luna yang dinilai Oddie ketebelan, Tamara mulai memberanikan diri duduk semakin dempet dengan Oddie.

Dasar Oddie yang memang mati rasa, ngga kerasa kalau didempet, tetap berceloteh tanpa henti. Akhirnya Tamara perlahan memegang jemari Oddie dan menggenggamnya. Setelah ngoceh bak komentator pertandingan bola antara Manchester United VS Chelsea, mendadak Oddie bermetamorfosis menjadi Aziz Gagap. Oddie tidak melepaskan genggaman Tamara yang sedang melihat pemandangan dari jendela, tetapi Oddie juga tidak ingin sohib-sohibnya mengetahui adegan Tamara menggenggam tangan Oddie karena hal itu akan memicu keriuhan yang teramat sangat. Akhirnya Oddie mengalihkan perhatian Tamara dengan menawarkan snack yang dibawa oleh Bokir.

“Eh, bentar, gue yakin lu pasti laper, belum sarapan kan pasti? Gue ambilin lempernya ya. Enak banget. Asli buatan Emaknya Bokir, tanpa boraks,” ujar Oddie sambil berdiri dan menyambar sekotak makanan yang disimpan rapi oleh Bokir di belakang bus.

Tamara yang melihat kesalahtingkahan Oddie hanya tersenyum dan menunggu. Dari kejauhan Tamara melihat tingkah Bokir yang sedang merayu Luna dengan syair-syair kilat buatan Ruben:

Birunya langit tak sebiru bola matamu. Jernihnya mata air tak sejernih hatimu. Di bawah kolong gua daku melihat seberkas sinar. Tak ayal diriku merasa lega, karena kegelapan itu telah sirna dengan adanya kehadiranmu. Oh, Luna, dengan apakah kudapatkan sinar itu selamanya, agar kulit dan hidupku tiada menjumpai petang.

Puisi tersebut sama sekali tidak menggoyahkan hati Luna, dia dan gengnya cuma tertawa layaknya menonton acara Ketoprak Humor. Di antara hiruk pikuk para penghuni bus,  sesekali Luna menengok ke belakang untuk melihat apa yang dilakukan Oddie dan Tamara. Alhasil, adegan yang dilihat oleh Luna adalah ketika Oddie bercanda menyuapkan lemper ke mulut Tamara.

***

Perjalanan selama hampir dua jam begitu terasa. Dua jam perjalanan yang didominasi oleh eksistensi Bokir serasa menonton film Rise of the Planet of the Apes. Rombongan Oddie dan kawan-kawan akhirnya sampai di sebuah perkemahan yang begitu luas dan asri. Kontan waktu mereka datang, Oddie dan rombongannya sudah tidak sabar untuk menempati tendanya masing-masing. Namun, sesuai SMS Aldo, Oddie dan yang lain harus menempati area yang sedikit jauh dari Camp Pusat.

“Sorry ye temen-temen, gara-gara keisengan gue akhirnya kita dapat tenda agak jauhan,” ucap Oddie selama perjalanan menuju tenda mereka. Di luar dugaan, Geng Cuwit-Cuwit justru sama sekali tidak ngomel, mereka justru berterima kasih dengan ide Oddie yang membuat mereka terpingkal-pingkal selama perjalanan. Tetapi respon para wanita cantik tersebut berubah ketika melihat suasana di area tenda yangsedikit mengerikan.

“Od, lu lagi ga ngerjain kita lagi kan?” ujar Luna dengan nada lirih. Bokir yang merasa pertolongonnya akan dibutuhkan langsung mendekat ke Luna.

“Od, belum-belum setannya udah ndeket nih,” ledek Luna kepada Bokir di sela-sela ketakutannya.

“Ga usah takut Lun, gue yakin kok Oddie dan temen-temennya bisa ngelindungin kita-kita,” ujar Tamara menenangkan Geng Cuwit-Cuwit.

“Iya, gue yakin juga ga bakal ada apa-apa kok. Kan di sini kita rame-rame, yuk kita rapiin barang-barang kita, kata Aldo sebentar lagi persiapan untuk acara barbeque-an, setelah ini kita bantuin mereka,” ujar Oddie sambil melemparkan senyum ke seluruh kawannya.

Tidak lama setelah Oddie berbicara, mereka semua menyebar ke tenda masing-masing. Geng Cuwit-Cuwit dan Tamara berada di dalam satu tenda, di depan tenda mereka adalah tenda para pria-pria badung yang bersiap untuk menjaga wanita-wanita tersebut di malam hari.

“Gue bakal jagain itu tenda, gue rela kagak tidur semaleman biar ga ada satupun yang bisa gangguin tuan putri gue,” tutur Bokir dengan penuh ambisi di dalam tenda. Oddie dan sohibnya yang lain tidak menghiraukan tekad sohibnya yang satu itu. Mereka semua bergegas dan keluar tenda untuk berkumpul bersama seluruh peserta Camp Persahabatan.

“Woi, woi, tungguin gue napa, gue belum ganti celana, jagain tendanya, woooiii.....” teriak Bokir memanggil sohibnya yang sudah keluar dari tenda dan menuju camp pusat.

***

Malam hari telah tiba. Pesta Barbeque dan api unggun dimulai dengan lawakan-lawakan Bokir dan Ruben. Mereka berdua menceritakan detail keisengan Oddie yang membuat mereka panik sesaat. Beberapa anggota ada yang sedang sibuk membakar sate barbeque, membuat api unggun, sampai mempersiapkan acara talent show.

“Oke2 guys, kita bakal buat pertunjukkan luar biasa malem ini. Kalian bisa mengeksplor semua bakat kalian malem ini. Tentunya bakal ada juri yang bakal menilai. Jurinya gue, Oddie, dan Luna,” jelas Aldo di depan semua peserta.

Kegaduhan mulai menggegap gempita di camp pusat. Seluruh peserta yang akan melakukan pertunjukkan talent show mempersiapkan peralatan untuk penampilannya. Bokir, Ruben dan Septian kembali ke tenda dengan menggunakan senter mininya untuk mengambil peralatan mereka. Walhasil, ketika mereka sampai sekitar radius 15 meter dari tenda, mereka melihat keganjilan di dalam tendanya.

“Stop stop stop, lu liat ga, kayaknya di dalem tenda kita ada orang?” ujar Septian yang diikuti oleh rasa panik Bokir dan Ruben.

“Sep, balik aja yuk, mending kita acapella aja, kagak usah pake gitar lu,” timpal Bokir yang mulai pengen pipis di celana.

“Lu kan penampilannya kudu pake speaker portablenya Gori, masa lu nari On The Floor-nya Jeniffer Lopez kagak pake musik??” paksa Septian.

“Bodo’, mending gue nari kecak pake suara gue sendiri daripada gue ketemu kembaran gue,” tutur Bokir yang semakin mundur dari langkahnya.

Mendadak tenda tersebut menjadi semakin heboh, berisik dan tampak goyang ketika dilihat dari luar.

“Wassalam dah, gue pamit duluuu....hiiiiiii....” teriak Bokir sambil berlari. Alhasil Ruben dan Septian ikutan kalang kabut.

Tiga laki-laki  yang mengaku macho itu lari kalang kabut tanpa meninggalkan jejak sambil berteriak. Sesampai di camp pusat, mereka mencoba untuk bercerita apa yang mereka lihat kepada Oddie.

“Kagak usah cerita macem-macem dah lu pada, mau ngerusak konsentrasi gue jadi juri nih biar kalian yang menang? No KKN, No No No...” ujar Oddie bak anggota KPK.

“Sumprit, serah lu. Ntar lu juga bakal ketemu,” timpal Bokir menakut-nakuti Oddie.

Meskipun sempat shock sesaat, acara talent show tetap dijalankan dan mereka mampu fokus dengan penampilan mereka masing-masing.

Beruntung perlengkapan yang dibutuhkan oleh Bokir, Septian, dan Ruben dapat disediakan oleh panitia camp yang lain. Ketiga juri bak American Idol tersebut sudah mulai duduk di singgasananya. Aldo, Luna, dan Oddie duduk berjajar untuk melihat bakat-bakat kawannya. Acara Talent show yang memakan waktu 80 menit tersebut menghangatkan suasana malam, sorakan demi sorakan keluar dari berbagai tekstur bibir, mulai dari monyong sampai super monyong. Bahkan sempat memanas saat menonton goyangan Hit On The Floor milik Bokir Lopez. Alhasil, karena mampu menerima banyak timpukan kacang, pemenang talent show tersebut diperoleh Bokir.

***

“Gila goyangan lu Kir. Lu kudu go international. Mumpung Thailand lagi buka lowongan tuh di Pattaya, buruan ngelamar,” ledek Gori yang kerap ke luar negeri. Perjalanan Oddie cs dan Luna cs ke tenda mereka masih diisi oleh topik tarian Bokir.

“Dari tadi gue kok ngga ngeliat Tamara ya? Jangan-jangan pingsan lagi pas liat goyangan lu,” sindir Suzanne, anggota Geng Cuwit-Cuwit.

“Lho Od, masa lu ga tau di mana Tamara? Kalau dia kenapa-napa gimana?” ujar Luna dengan nada tinggi.

“Gue ngga kenapa-napa kok,” ujar Tamara yang tiba-tiba muncul dari belakang. Sontak perbuatan Tamara tadi membuat Oddie cs dan Luna cs berteriak kaget.

“Waaaaaaaaaa.....gila lu Tam, dari mana aja lu? Lu kagak melayang kan sekarang? Kagak ada suara kagak ada aba-aba muncul aja,” tutur Ruben yang berada persis membelakangi Tamara.

“Sorry kalau gue diem aja, habisnya kalian seru banget topiknya,” ujar Tamara yang diikuti senyuman.
Merasa aneh dengan cara jalan Tamara, Oddie mendekat dan sengaja berjalan di samping Tamara. Oddie menggandeng tangan Tamara selama perjalanan. Tamara yang melihat perbuatan Oddie terkejut dan ingin mengutarakan sesuatu, tapi buru-buru disela oleh Oddie.

“Ceritanya ntar aja di tenda,” tutur Oddie sembari tersenyum.

***

Krik Krik.... Krik Krik..... Krik Krik....

“Hahahahahaa.... Trus-trus, emak gue tiba-tiba ditaksir ama tukang becak depan gang gue, gilanya, emak gue lagaknya udah kayak Nikita Willy di sinetron Putri yang Ditukar....Jual mahal abis....  tapi tiap ke pasar musti dandan menor biar dilihat ama tukang becak ntu, wakakakaka....” cerita Bokir yang membuat Luna CS, Septian, Gori, dan Ruben terbahak di tenda Geng Cuwit-Cuwit malam itu.

Selagi Bokir bercerita tiada henti, Oddie sedang menemani Tamara yang kakinya terluka cukup parah. Tampaknya Tamara tadi berusaha untuk menaklukkan ular yang ada di dalam tenda Oddie cs selagi anak-anak sedang memersiapkan Night Party tadi. Dengan alasan ingin membicarakan sesuatu yang penting, Oddie meminta teman-temannya untuk meninggalkan mereka berdua demi mengobati kaki Tamara di dalam tenda Oddie cs.

“Oh, jadi itu yang dibilang anak-anak setan di dalem tenda,” ujar Oddie sambil membalut perban di kaki Tamara.

“Adududuh Od, sakiiittt...” rintih Tamara.

“Sorry sorry, kekencengan ya? Kayaknya lu harus dibawa ke camp pusat deh, bentar ya gue mau.....” belum sempat Oddie menuntaskan niatnya, tiba-tiba Tamara memeluk Oddie dengan erat.

“Lu masih ga berubah Od sejak kecil. Sikap lu selama ini yang selalu care yang ngebuat gue ga pernah berhenti mencintai lu,” tutur Tamara.

Jantung Oddie copot bukan kepalang. Ingin melepaskan pelukan Tamara, tapi Oddie benar-benar merasa tidak enak untuk melepaskan pelukan di malam yang dingin itu. Pelukan itu benar-benar terasa tulus dari hati yang paling dalam.

“Buset, buset, ampuni gue emak, ampuni gue abah, mampus gue kalo Bokir, Ruben, Septian, Gori ato Geng Cuwit-Cuwit masuk,” gumam Oddie dalam hati.

“Gue udah yakin, lu ga bakal bales pelukan gue. Ternyata Lu masih belum bisa terima gue meskipun gue sudah berubah penampilan secara total. Tampaknya penampilan gue dulu masih terlalu buruk untuk diinget,” ujar Tamara yang diikuti oleh isak tangis kecil.

Melihat air mata yang menetes di pipi Tamara, Oddie tidak tega untuk melihatnya. Oddie menghapus air mata Tamara dengan sapu tangan yang dibawanya di dalam saku. Setelah beberapa menit adegan mengamplas pipi Tamara berjalan, akhirnya Oddie siap untuk membuka mulut.

“Tamara Angela Gunadi. Murid kelas 3b di SD Tunas Bangsa. Pernah nembak gue kemudian diledek temen-temen satu sekolah karena penampilan yang kelewat cupu abis. Kacamata kanan – kiri minus 5, rambut berkepang, rok selalu di atas puser, punya tompel tembus pandang di daerah punggung. Hmmm... Selama ini gue sama sekali ngga nyangka kalau lu ini bocah cewek lugu itu,” jelas Oddie sambil masih tetap mengusap air mata Tamara. Di sela-sela menenangkan Tamara, Oddie masih sedikit terkejut dengan metamorfosis habis-habisan yang dialami oleh Tamara.

“Satu hal yang perlu lu inget Tam, hati lu itu putiiiiihhh banget. Pakai bayclin ya Tam?” gurau Oddie. Tak tahan mendengar celetukan konyol Oddie, Tamara tertawa kecil  dengan iringan isakannya.

“Banyak cowok yang antri untuk bisa jadi pendamping lu kelak. Lu berhak banget dapet yang terbaik,” tutur Oddie.

“Apa sekarang ada seseorang di hati lu Od? Mungkin cewek yang foto bareng lu di ruang tamu itu?” tanya Tamara dengan nada yang lembut dan penuh kepasrahan.

“Setiap orang punya posisi masing-masing di hati gue. Bokir, Septian, Gori, Luna, Ruben, termasuk lu, lu adalah orang yang ngertiin gue. Sejak lu ngerawat gue waktu sakit, gue yakin lu adalah sahabat baru gue, buktinya gue langsung sembuh. Jadi jangan tinggalin gue ya Tam, meskipun kelak kita ga bersatu atas nama cinta,” tutur Oddie yang belakangan sering baca karya Khalil Gibran, lumayan, akhirnya bisa menambah pesona Oddie dan membuat tangis Tamara makin menderu.

Heningnya malam hanya dipecah oleh suara jangkrik dan isakan tangis Tamara. Perasaaan Tamara begitu bercampur aduk, ingin rasanya ia dipatok ular sekali lagi agar bisa kembali memeluk Oddie.

“Maafin gue ya Tam. Gue ga bermaksud ngecewain lu. Kita masih tetep sahabatan kan?” tanya Oddie dengan nada yang lembut bak anggota MLM. Layaknya seseorang yang berhasil diprospek, Tamara melemparkan senyum termanisnya, berharap bisa menggugah hati Oddie untuk meralat kembali keputusannya.

Namun, cinta Oddie memang belum berlabuh di hati Tamara. Tamara harus menunggu kapal-kapal cinta lain yang bernaung di hatinya. Luka ular tersebut tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan luka hati yang dialaminya saat ini.

“Hebat ya lu Od, bener-bener bukan orang yang ngelihat fisik. Gue mesti kasih selamet buat cewek lu kelak.  Yaahhh....Setidaknya apa yang ingin gue katakan waktu SD dulu bisa gue katakan langsung ke lu, yang bener-bener tuluuuss dari hati gue” tutur Tamara yang kemudian diikuti ekspresi senyum kelegaan.

Dari kejauhan, kedua tenda yang berdiri di hutan itu seolah-olah memiliki aura yang berbeda. Ada canda di tenda Luna cs dan ada cinta di tenda Oddie cs. Ribuan kunang-kunang menaungi kedua tenda itu dengan sinarnya yang indah.

bersambung...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar