Sabtu, 17 September 2011

Satu Yang Tak Bisa Lepas (Chapter 6)

pic. by : Johansen Halim
Rutinitas sebagai siswa SMA Pahlawan Bangsa kembali dijalani Oddie Laksmono. Iklim kelas XII IPS 1 juga menjadi lebih sejuk dengan hadirnya Oddie kembali. Bokir, Septian, Ruben dan Gori menjadi lebih bersemangat untuk masuk sekolah. Seperti biasanya ketika mereka pulang sekolah, selalu menyempatkan diri beberapa jam untuk duduk bersama di tepi lapangan basket.

“Sob, Tamara kok tiba-tiba besukin gue kemarin?” tanya Oddie sambil mendribble bola basket di depan sohib-sohibnya.

“Gue juga heran sih, ada angin apa dia besukin lu. Waktu itu sih adegannya sama kayak sekarang gini. Kami pada kumpul, tiba-tiba aja dia dateng nawarin diri buat gabung, apa salahnya juga sih pikir kami,” cerita Gori yang pertama kali mengizinkan Tamara gabungan di kelompok mereka.

“Aneh ga sih menurut kalian?” heran Oddie yang kemudian diikuti suasana hening sejenak. Tapi, dasar memang geng ceria yang selalu positive thinking, mereka tidak ambil pusing dengan keheranan Oddie. Mereka akhirnya mengalihkan topik mengenai acara Camp Persahabatan kelas XII SMA Pahlawan Bangsa. Camping itu hanya diikuti oleh beberapa anak kelas XII yang memang berniat untuk bersenang-senang bersama.

“Udah, daripada ngomongin yang ngga-ngga, kita pikirin aja acara camp kita. Denger-denger pesertanya udah full, itu udah termasuk Luna ngga ya?” khayal Bokir yang masih mengharapkan cinta Luna. Maklum, sejak kejadian Status di Facebook Luna itu, Bokir malunya bukan kepalang. Sampai sekarang saat Luna atau bahkan Geng Cuwit-Cuwit lewat di depan Bokir, mereka selalu tertawa geli.

“Kemarin gue sempet lihat geng Cuwit-Cuwit barengan kumpulin formulir pendaftaran di depan ruang OSIS. Pastinya mereka bakal ikutan,” yakin Septian yang juga diamini oleh Ruben dan Gori.

Setiap kegiatan sosial maupun keakraban yang diadakan oleh SMA Pahlawan Bangsa, Oddie dan sohibnya hampir tidak pernah absen.  Termasuk acara Camp Persahabatan ini, karena tanpa kehadiran mereka camp tersebut diyakini tidak akan jadi camp yang berkesan. Sembari sohibnya lagi ribut membayangkan satu bus dan satu tenda dengan Geng Cuwit-Cuwit, bola mata Oddie mulai berjalan ke kanan ke kiri. Ujung lidahnya bertemu dengan bibir atasnya yang tipis. Senyuman kecil tersungging manis di wajah Oddie.

“Gue ada ide untuk camp kali ini,” ujar Oddie sambil diikuti dengan nada misterius.
Keempat sohib Oddie tiba-tiba hening, cuma bisa melongo dan perlahan mendekat ke Oddie. Ide-ide brilian yang kadang berakhir kacau selalu dinanti oleh sohibnya. Di luar dugaan sohibnya, Oddie langsung berlari ke tengah lapangan basket dan melakukan lay up di ring basket.

“Tunggu aja tanggal mainnya,” teriak Oddie dari jauh yang kemudian diikuti sorakan Bokir, Septian, Ruben, dan Gori.

***

H-1 Camp Persahabatan
(Kamar Oddie)

“........jaket, selimut, minyak angin, biskuit, pisau, oke FIX!” seru Oddie sembari menutup ranselnya yang akan dibawa besok. Belum 10 detik Oddie beranjak dari tempatnya, tiba-tiba teriakan Mimi memecah ruang tamu. Suaranya yang digadang-gadang mirip Mariah Carey itu berkumandang dengan kencangnya hingga titian 6 oktaf F#m.

“Kak Oddieee, telepooonnnnn....!!” teriak Mimi dengan gaya penyanyi sereosa khas Italia. Teriakan Mimi benar-benar jauh dari kata merdu, itu yang membuat Oddie langsung menyambar telepon tersebut dari tangan Mimi.

“Thank u cantik,” ujar Oddie tersenyum dan mengusir Mimi dari tempatnya. Mendapat pujian singkat itu, Mimi berjalan dengan langkah tegap dan penuh percaya diri bak Miss Angola.

PERCAKAPAN DI TELEPON
“Gimana Gor, ada?” tanya Oddie dengan penuh semangat.

“Ada sih, kebetulan banget kagak dipakai. Emang buat apaan Od pake itu? Masa mereka masih kurang sampe gue mesti bawa yang beginian???” tanya Gori dengan nada yang tinggi karena terlalu penasaran dengan tingkah pola Oddie.

“Udah, nurut aja lu. Pokoknya lakuin permintaan gue yang kayak gue bilang di taman belakang sekolah tadi, ya ya ya? Iya dong pastinya, hehehe...” rayu Oddie yang mulai meneteskas air liurnya di lantai.

“Iya iya, gue juga udah terlanjur nyiapin, mau batal juga ga mungkin. Oke dah, sampai ketemu jam 07.00 besok ya? Bye soobb..” ujar Gori menutup percakapan mereka melalui telepon.

“Daaa Gor, ai lap yu pul,” ujar Oddie yang diikuti dengan bibir monyong ala Bokir.

Tut tut tut tut tut tut........

Setelah menutup teleponnya, Oddie nyengar-nyengir kayak kebo di sawah. Oddie berjalan melenggang layaknya milyuner yang berubah status menjadi trilyuner.

***

Pukul 08.00 WIB, SMA Pahlawan Bangsa begitu sepi. Hening, hanya sinar mentari dan angin semilir yang memenuhi area sekolah. Tetapi, tampak dari kejauhan, seorang pria berpakaian necis, seperangkat aksesoris ternama melekat di tubuhnya. Berdiri seorang pria (lumayan) tampan di samping bus mini bermuatan 15 orang.

“Apa gue yang kepagian, ato gue yang salah info? Kagak mungkin. Hmmm.... Eh, tuh kan, itu Luna, dia aja baru dateng,” gumam Gori yang diikuti oleh rasa lega karena melihat dari jauh Luna membawa ransel dan seperangkat alat camp.

“Hai Lun, mana para sohib lu?” tanya Gori ketika sudah bertatap muka dengan Luna.

“Ngomongnya sih udah di jalan. Mereka pada barengan kok, satu mobil ama Mathilda, dianterin ama sopirnya,” ujar Luna menerangkan kronologi keberangkatan Geng Cuwit-Cuwit.

“Aneh juga sih tapi. Masa ga ada anak lain yang tau kalau jam segini kumpulnya?” ujar Gori dengan penuh rasa heran. Luna juga senada dengan apa yang dirasakan oleh Gori. Sampai pada akhirnya Geng Cuwit-Cuwit datang, kemudian diikuti oleh kehadiran Septian, Ruben, dan Bokir. Mereka semua bertumpah-ruah bersama perlengkapan campnya di lapangan parkir SMA Pahlawan Bangsa.

“Lho, kok cuma kalian berdua, yang lain pada ke mana? Oddie juga belum dateng, aneh bener, jelas-jelas dia yang kabarin kalau jadwal kumpulnya dirubah kan?” tanya Septian kepada Gori dan Luna.

“Iya, aku juga dikabarin jam 08.00 tepat kumpul,” tutur Melani, salah satu anggota Geng Cuwit-Cuwit. Luna CS dan sohib-sohib Oddie mulai meraung-raung dengan keganjilan tersebut karena hanya mereka bersembilan yang berkumpul untuk berangkat camp. Tiba-tiba dari arah utara, tepatnya di gerbang pintu sekolah, muncullah seorang pria yang berjalan dengan langkah pasti. Semakin dekat, dekat, dan dekat. Di anatara keriuhan sembilan orang tersebut, Bokir yang pertama menyadari kehadiran Oddie langsung menghardik dengan gaya polisi intel.

“Wah, jangan-jangan lu nih yang sebarin perubahan jam kumpulnya, jangan bilang kagak lu?!@#$&” semprot Bokir yang diikuti oleh percikan air liurnya hingga mendarat di wajah Oddie.

“Santai-santai. Itu bus dan sopirnya, Spesial buat kita. Gue juga udah kena marah ama Aldo barusan. Tapi, Aldo udah kasih kesempatan ke kita untuk nyusul. So,selama di perjalanan kita bisa goyang bus itu dengan kegilaan kita,” teriak Oddie menyemangati kawanannya agar tidak kecewa. Meskipun mereka semua sempat kesal karena dikerjain Oddie, tetapi mereka tetap bergembira karena bisa menggila bersama di dalam bus tersebut.

Tidak ada lagi raut kemarahan di antara mereka karena mereka tetap bisa ikut Camp Persahabatan. Mereka semua berbondong-bondong masuk ke dalam mini bus milik Gori. Geng Cuwit-Cuwit sibuk menata barangnya ke dalam bus mini tersebut.

*su...wi... wittt....* siulan Oddie

“Sob, sini bentar,” panggil Oddie kepada Bokir, Septian, Ruben, dan Gori untuk mencegah empat sohibnya masuk ke dalam bus mini.

“Ini kan yang kalian mau? Kurang baik apa gue?? Hehehe...,” kata Oddie dengan nada nakal.

“Hahahahahhahahaha.... Bisa aja lu Oddd...” timpal Bokir sambil menjepit kepala Oddie dengan ketiaknya. Sembari menikmati aroma ketek Bokir, Oddie masih bisa berkutik untuk menyampaikan satu berita menggemparkan lagi.

“Bentar, bentar, bentar, lu pada kudu baca nih SMS, dari Aldo,” tutur Oddie sambil menyodorkan handphonenya ke Ruben, Septian, Bokir, dan Gori.

Od, berhubung kalian datengnya pasti telat, gue kayaknya kesulitan ngatur tendanya. Jadi, yang kloter lu gue jadiin satu area ya. Sorry agak jauhan dari camp pusat, anggap aja itu sanksi buat kalian, sapa suruh juga lu pada kompakan telat. Tapi gimanapun juga, ati-ati ya bro di jalan. Meskipun lu pada telat, kami tetep nunggu kehadiran lu semua. C u. Take Care and God Bless You. Aldo (Ketua Panitia Pelaksana).

Mendadak teriakan berkumandang di seantero lapangan parkir SMA Pahlawan Bangsa. Bokir udah kayak pemain bola yang mencetak 18 gol dalam satu pertandingan. Tidak henti-hentinya Bokir memeluk Oddie. Gori hanya bisa geleng-geleng sembari tersenyum. Ruben dan Septian bersujud di tengah lapangan untuk memanjatkan syukur pada Yang Esa. Geng Cuwit-Cuwit yang melihat tingkah pola mereka dari dalam bus hanya melongo dan keheranan. Tidak paham kalau mereka telah terperangkap dalam jebakan iseng Oddie. Akhirnya mereka berangkat tepat pukul 08.15 WIB. Layaknya anak SD yang sedang tur wisata, mereka menyanyikan lagu ‘Naik Delman.’ Saat bus mini akan keluar dari area sekolah, tiba-tiba sesosok perempuan berlari mendekati bus tersebut.

“Pak, tungguuuuuu......!” teriak perempuan tersebut. Mendengar teriakan tersebut, Oddie terkejut dan meminta pak sopir untuk menghentikan busnya.

“Pak, Pak, stop bentar... Emang Geng Cuwit-Cuwit nambah seorang lagi nih?” gumam Oddie dalam hati. Melihat sosoknya yang semakin mendekat, Oddie sangat tidak asing, karena perempuan itu tidak lain dan tidak bukan adalah Tamara.

“Tamara? Kok kamu masih di sini? Belum berangkat ama anak-anak tadi?” tanya Oddie keheranan karena merasa tidak melibatkan Tamara dalam jebakan iseng berhadiah tersebut.

“Gue..hosh hosh...gue kesiangan...hosh hosh...masih boleh ikutan kan?” jawab Tamara dengan nafas yang tersengal.

“Oooo... Ya udah gabung aja di sini,” ajak Oddie dengan tersenyum manis sambil menarik tangan Tamara untuk membantunya naik ke bus mini tersebut. Melihat adegan Telenovela antara Rosalinda dan Fernando Jose tersebut, seluruh isi bus dari menyanyikan lagu ‘Naik Delman’ berganti menjadi ‘My Heart Will Go On.’ Suasana bus makin riuh dan seru.

bersambung...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar