Senin, 19 September 2011

Metamorfosis (Chapter 7)

pic. by : Johansen Halim
Perjalanan menggunakan bus mini pribadi yang dipelopori Oddie benar-benar sesuai bayangannya. Ramai, gila, kocak, dan menggembirakan. Bahkan, melebihi dari ekspektasi Oddie, Tamara yang cantiknya bukan kepalang ikutan meramaikan bus bermuatan sekitar 15 orang tersebut. Tamara duduk di barisan paling belakang dan berada di dekat jendela agar bisa menikmati pemandangan selama perjalanan.

Merasa ada topik dadakan, Septian melayangkan sebongkah ledekan ke Oddie dan Tamara.

“Bilang-bilang dong Od kalau lu ngajakain Tamara juga,” sindir Septian yang kemudian mendapat cubitan pipi dari Oddie.

“Ato jangan-jangan lu emang butuh suster nih buat jagain lu yang baru sembuh, oooo....soo sweeettt, maniss bangeettt...” ledek Luna yang diikuti sorakan Geng Cuwit-Cuwit.

Mendengar ledekan tersebut, sayembara memerahkan pipi diikuti oleh Oddie dan Tamara. Oddie tidak bisa membalas ledekan teman-temannya dan cuma bisa memonyong-monyongkan bibirnya, bahkan berusaha untuk menenangkan Tamara yang pipinya sudah memerah marun.

“Wah, ga usah didengerin Tam. Mereka ga biasa dengan kehidupan Barat kayak kita-kita gini, deket dikit udah disorakin, hehehe....Nih, minum dulu, tadi ngos-ngosan kan,” ujar Oddie menenangkan hati Tamara sambil memberikan sebotol air mineral. Sembari memberikan air mineral tersebut, Oddie duduk di samping Tamara. Basa-basi Oddie yang kepalang basi mulai meluncur dari bibir tipisnya.

“Kok tumben kamu telat? Ga biasanya. Ato kita emang jodoh kali ya biar bisa berangkat barengan? Hahahahaha....” canda Oddie dengan penuh rasa percaya diri. Mendengar gurauan Oddie, Tamara mulai merasa bahwa Oddie juga ada rasa dengannya. Sembari Oddie ngoceh apapun yang ada di pikirannya, mulai membicarakan gunung, sawah, sampai eye liner Luna yang dinilai Oddie ketebelan, Tamara mulai memberanikan diri duduk semakin dempet dengan Oddie.

Dasar Oddie yang memang mati rasa, ngga kerasa kalau didempet, tetap berceloteh tanpa henti. Akhirnya Tamara perlahan memegang jemari Oddie dan menggenggamnya. Setelah ngoceh bak komentator pertandingan bola antara Manchester United VS Chelsea, mendadak Oddie bermetamorfosis menjadi Aziz Gagap. Oddie tidak melepaskan genggaman Tamara yang sedang melihat pemandangan dari jendela, tetapi Oddie juga tidak ingin sohib-sohibnya mengetahui adegan Tamara menggenggam tangan Oddie karena hal itu akan memicu keriuhan yang teramat sangat. Akhirnya Oddie mengalihkan perhatian Tamara dengan menawarkan snack yang dibawa oleh Bokir.

“Eh, bentar, gue yakin lu pasti laper, belum sarapan kan pasti? Gue ambilin lempernya ya. Enak banget. Asli buatan Emaknya Bokir, tanpa boraks,” ujar Oddie sambil berdiri dan menyambar sekotak makanan yang disimpan rapi oleh Bokir di belakang bus.

Tamara yang melihat kesalahtingkahan Oddie hanya tersenyum dan menunggu. Dari kejauhan Tamara melihat tingkah Bokir yang sedang merayu Luna dengan syair-syair kilat buatan Ruben:

Birunya langit tak sebiru bola matamu. Jernihnya mata air tak sejernih hatimu. Di bawah kolong gua daku melihat seberkas sinar. Tak ayal diriku merasa lega, karena kegelapan itu telah sirna dengan adanya kehadiranmu. Oh, Luna, dengan apakah kudapatkan sinar itu selamanya, agar kulit dan hidupku tiada menjumpai petang.

Puisi tersebut sama sekali tidak menggoyahkan hati Luna, dia dan gengnya cuma tertawa layaknya menonton acara Ketoprak Humor. Di antara hiruk pikuk para penghuni bus,  sesekali Luna menengok ke belakang untuk melihat apa yang dilakukan Oddie dan Tamara. Alhasil, adegan yang dilihat oleh Luna adalah ketika Oddie bercanda menyuapkan lemper ke mulut Tamara.

***

Perjalanan selama hampir dua jam begitu terasa. Dua jam perjalanan yang didominasi oleh eksistensi Bokir serasa menonton film Rise of the Planet of the Apes. Rombongan Oddie dan kawan-kawan akhirnya sampai di sebuah perkemahan yang begitu luas dan asri. Kontan waktu mereka datang, Oddie dan rombongannya sudah tidak sabar untuk menempati tendanya masing-masing. Namun, sesuai SMS Aldo, Oddie dan yang lain harus menempati area yang sedikit jauh dari Camp Pusat.

“Sorry ye temen-temen, gara-gara keisengan gue akhirnya kita dapat tenda agak jauhan,” ucap Oddie selama perjalanan menuju tenda mereka. Di luar dugaan, Geng Cuwit-Cuwit justru sama sekali tidak ngomel, mereka justru berterima kasih dengan ide Oddie yang membuat mereka terpingkal-pingkal selama perjalanan. Tetapi respon para wanita cantik tersebut berubah ketika melihat suasana di area tenda yangsedikit mengerikan.

“Od, lu lagi ga ngerjain kita lagi kan?” ujar Luna dengan nada lirih. Bokir yang merasa pertolongonnya akan dibutuhkan langsung mendekat ke Luna.

“Od, belum-belum setannya udah ndeket nih,” ledek Luna kepada Bokir di sela-sela ketakutannya.

“Ga usah takut Lun, gue yakin kok Oddie dan temen-temennya bisa ngelindungin kita-kita,” ujar Tamara menenangkan Geng Cuwit-Cuwit.

“Iya, gue yakin juga ga bakal ada apa-apa kok. Kan di sini kita rame-rame, yuk kita rapiin barang-barang kita, kata Aldo sebentar lagi persiapan untuk acara barbeque-an, setelah ini kita bantuin mereka,” ujar Oddie sambil melemparkan senyum ke seluruh kawannya.

Tidak lama setelah Oddie berbicara, mereka semua menyebar ke tenda masing-masing. Geng Cuwit-Cuwit dan Tamara berada di dalam satu tenda, di depan tenda mereka adalah tenda para pria-pria badung yang bersiap untuk menjaga wanita-wanita tersebut di malam hari.

“Gue bakal jagain itu tenda, gue rela kagak tidur semaleman biar ga ada satupun yang bisa gangguin tuan putri gue,” tutur Bokir dengan penuh ambisi di dalam tenda. Oddie dan sohibnya yang lain tidak menghiraukan tekad sohibnya yang satu itu. Mereka semua bergegas dan keluar tenda untuk berkumpul bersama seluruh peserta Camp Persahabatan.

“Woi, woi, tungguin gue napa, gue belum ganti celana, jagain tendanya, woooiii.....” teriak Bokir memanggil sohibnya yang sudah keluar dari tenda dan menuju camp pusat.

***

Malam hari telah tiba. Pesta Barbeque dan api unggun dimulai dengan lawakan-lawakan Bokir dan Ruben. Mereka berdua menceritakan detail keisengan Oddie yang membuat mereka panik sesaat. Beberapa anggota ada yang sedang sibuk membakar sate barbeque, membuat api unggun, sampai mempersiapkan acara talent show.

“Oke2 guys, kita bakal buat pertunjukkan luar biasa malem ini. Kalian bisa mengeksplor semua bakat kalian malem ini. Tentunya bakal ada juri yang bakal menilai. Jurinya gue, Oddie, dan Luna,” jelas Aldo di depan semua peserta.

Kegaduhan mulai menggegap gempita di camp pusat. Seluruh peserta yang akan melakukan pertunjukkan talent show mempersiapkan peralatan untuk penampilannya. Bokir, Ruben dan Septian kembali ke tenda dengan menggunakan senter mininya untuk mengambil peralatan mereka. Walhasil, ketika mereka sampai sekitar radius 15 meter dari tenda, mereka melihat keganjilan di dalam tendanya.

“Stop stop stop, lu liat ga, kayaknya di dalem tenda kita ada orang?” ujar Septian yang diikuti oleh rasa panik Bokir dan Ruben.

“Sep, balik aja yuk, mending kita acapella aja, kagak usah pake gitar lu,” timpal Bokir yang mulai pengen pipis di celana.

“Lu kan penampilannya kudu pake speaker portablenya Gori, masa lu nari On The Floor-nya Jeniffer Lopez kagak pake musik??” paksa Septian.

“Bodo’, mending gue nari kecak pake suara gue sendiri daripada gue ketemu kembaran gue,” tutur Bokir yang semakin mundur dari langkahnya.

Mendadak tenda tersebut menjadi semakin heboh, berisik dan tampak goyang ketika dilihat dari luar.

“Wassalam dah, gue pamit duluuu....hiiiiiii....” teriak Bokir sambil berlari. Alhasil Ruben dan Septian ikutan kalang kabut.

Tiga laki-laki  yang mengaku macho itu lari kalang kabut tanpa meninggalkan jejak sambil berteriak. Sesampai di camp pusat, mereka mencoba untuk bercerita apa yang mereka lihat kepada Oddie.

“Kagak usah cerita macem-macem dah lu pada, mau ngerusak konsentrasi gue jadi juri nih biar kalian yang menang? No KKN, No No No...” ujar Oddie bak anggota KPK.

“Sumprit, serah lu. Ntar lu juga bakal ketemu,” timpal Bokir menakut-nakuti Oddie.

Meskipun sempat shock sesaat, acara talent show tetap dijalankan dan mereka mampu fokus dengan penampilan mereka masing-masing.

Beruntung perlengkapan yang dibutuhkan oleh Bokir, Septian, dan Ruben dapat disediakan oleh panitia camp yang lain. Ketiga juri bak American Idol tersebut sudah mulai duduk di singgasananya. Aldo, Luna, dan Oddie duduk berjajar untuk melihat bakat-bakat kawannya. Acara Talent show yang memakan waktu 80 menit tersebut menghangatkan suasana malam, sorakan demi sorakan keluar dari berbagai tekstur bibir, mulai dari monyong sampai super monyong. Bahkan sempat memanas saat menonton goyangan Hit On The Floor milik Bokir Lopez. Alhasil, karena mampu menerima banyak timpukan kacang, pemenang talent show tersebut diperoleh Bokir.

***

“Gila goyangan lu Kir. Lu kudu go international. Mumpung Thailand lagi buka lowongan tuh di Pattaya, buruan ngelamar,” ledek Gori yang kerap ke luar negeri. Perjalanan Oddie cs dan Luna cs ke tenda mereka masih diisi oleh topik tarian Bokir.

“Dari tadi gue kok ngga ngeliat Tamara ya? Jangan-jangan pingsan lagi pas liat goyangan lu,” sindir Suzanne, anggota Geng Cuwit-Cuwit.

“Lho Od, masa lu ga tau di mana Tamara? Kalau dia kenapa-napa gimana?” ujar Luna dengan nada tinggi.

“Gue ngga kenapa-napa kok,” ujar Tamara yang tiba-tiba muncul dari belakang. Sontak perbuatan Tamara tadi membuat Oddie cs dan Luna cs berteriak kaget.

“Waaaaaaaaaa.....gila lu Tam, dari mana aja lu? Lu kagak melayang kan sekarang? Kagak ada suara kagak ada aba-aba muncul aja,” tutur Ruben yang berada persis membelakangi Tamara.

“Sorry kalau gue diem aja, habisnya kalian seru banget topiknya,” ujar Tamara yang diikuti senyuman.
Merasa aneh dengan cara jalan Tamara, Oddie mendekat dan sengaja berjalan di samping Tamara. Oddie menggandeng tangan Tamara selama perjalanan. Tamara yang melihat perbuatan Oddie terkejut dan ingin mengutarakan sesuatu, tapi buru-buru disela oleh Oddie.

“Ceritanya ntar aja di tenda,” tutur Oddie sembari tersenyum.

***

Krik Krik.... Krik Krik..... Krik Krik....

“Hahahahahaa.... Trus-trus, emak gue tiba-tiba ditaksir ama tukang becak depan gang gue, gilanya, emak gue lagaknya udah kayak Nikita Willy di sinetron Putri yang Ditukar....Jual mahal abis....  tapi tiap ke pasar musti dandan menor biar dilihat ama tukang becak ntu, wakakakaka....” cerita Bokir yang membuat Luna CS, Septian, Gori, dan Ruben terbahak di tenda Geng Cuwit-Cuwit malam itu.

Selagi Bokir bercerita tiada henti, Oddie sedang menemani Tamara yang kakinya terluka cukup parah. Tampaknya Tamara tadi berusaha untuk menaklukkan ular yang ada di dalam tenda Oddie cs selagi anak-anak sedang memersiapkan Night Party tadi. Dengan alasan ingin membicarakan sesuatu yang penting, Oddie meminta teman-temannya untuk meninggalkan mereka berdua demi mengobati kaki Tamara di dalam tenda Oddie cs.

“Oh, jadi itu yang dibilang anak-anak setan di dalem tenda,” ujar Oddie sambil membalut perban di kaki Tamara.

“Adududuh Od, sakiiittt...” rintih Tamara.

“Sorry sorry, kekencengan ya? Kayaknya lu harus dibawa ke camp pusat deh, bentar ya gue mau.....” belum sempat Oddie menuntaskan niatnya, tiba-tiba Tamara memeluk Oddie dengan erat.

“Lu masih ga berubah Od sejak kecil. Sikap lu selama ini yang selalu care yang ngebuat gue ga pernah berhenti mencintai lu,” tutur Tamara.

Jantung Oddie copot bukan kepalang. Ingin melepaskan pelukan Tamara, tapi Oddie benar-benar merasa tidak enak untuk melepaskan pelukan di malam yang dingin itu. Pelukan itu benar-benar terasa tulus dari hati yang paling dalam.

“Buset, buset, ampuni gue emak, ampuni gue abah, mampus gue kalo Bokir, Ruben, Septian, Gori ato Geng Cuwit-Cuwit masuk,” gumam Oddie dalam hati.

“Gue udah yakin, lu ga bakal bales pelukan gue. Ternyata Lu masih belum bisa terima gue meskipun gue sudah berubah penampilan secara total. Tampaknya penampilan gue dulu masih terlalu buruk untuk diinget,” ujar Tamara yang diikuti oleh isak tangis kecil.

Melihat air mata yang menetes di pipi Tamara, Oddie tidak tega untuk melihatnya. Oddie menghapus air mata Tamara dengan sapu tangan yang dibawanya di dalam saku. Setelah beberapa menit adegan mengamplas pipi Tamara berjalan, akhirnya Oddie siap untuk membuka mulut.

“Tamara Angela Gunadi. Murid kelas 3b di SD Tunas Bangsa. Pernah nembak gue kemudian diledek temen-temen satu sekolah karena penampilan yang kelewat cupu abis. Kacamata kanan – kiri minus 5, rambut berkepang, rok selalu di atas puser, punya tompel tembus pandang di daerah punggung. Hmmm... Selama ini gue sama sekali ngga nyangka kalau lu ini bocah cewek lugu itu,” jelas Oddie sambil masih tetap mengusap air mata Tamara. Di sela-sela menenangkan Tamara, Oddie masih sedikit terkejut dengan metamorfosis habis-habisan yang dialami oleh Tamara.

“Satu hal yang perlu lu inget Tam, hati lu itu putiiiiihhh banget. Pakai bayclin ya Tam?” gurau Oddie. Tak tahan mendengar celetukan konyol Oddie, Tamara tertawa kecil  dengan iringan isakannya.

“Banyak cowok yang antri untuk bisa jadi pendamping lu kelak. Lu berhak banget dapet yang terbaik,” tutur Oddie.

“Apa sekarang ada seseorang di hati lu Od? Mungkin cewek yang foto bareng lu di ruang tamu itu?” tanya Tamara dengan nada yang lembut dan penuh kepasrahan.

“Setiap orang punya posisi masing-masing di hati gue. Bokir, Septian, Gori, Luna, Ruben, termasuk lu, lu adalah orang yang ngertiin gue. Sejak lu ngerawat gue waktu sakit, gue yakin lu adalah sahabat baru gue, buktinya gue langsung sembuh. Jadi jangan tinggalin gue ya Tam, meskipun kelak kita ga bersatu atas nama cinta,” tutur Oddie yang belakangan sering baca karya Khalil Gibran, lumayan, akhirnya bisa menambah pesona Oddie dan membuat tangis Tamara makin menderu.

Heningnya malam hanya dipecah oleh suara jangkrik dan isakan tangis Tamara. Perasaaan Tamara begitu bercampur aduk, ingin rasanya ia dipatok ular sekali lagi agar bisa kembali memeluk Oddie.

“Maafin gue ya Tam. Gue ga bermaksud ngecewain lu. Kita masih tetep sahabatan kan?” tanya Oddie dengan nada yang lembut bak anggota MLM. Layaknya seseorang yang berhasil diprospek, Tamara melemparkan senyum termanisnya, berharap bisa menggugah hati Oddie untuk meralat kembali keputusannya.

Namun, cinta Oddie memang belum berlabuh di hati Tamara. Tamara harus menunggu kapal-kapal cinta lain yang bernaung di hatinya. Luka ular tersebut tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan luka hati yang dialaminya saat ini.

“Hebat ya lu Od, bener-bener bukan orang yang ngelihat fisik. Gue mesti kasih selamet buat cewek lu kelak.  Yaahhh....Setidaknya apa yang ingin gue katakan waktu SD dulu bisa gue katakan langsung ke lu, yang bener-bener tuluuuss dari hati gue” tutur Tamara yang kemudian diikuti ekspresi senyum kelegaan.

Dari kejauhan, kedua tenda yang berdiri di hutan itu seolah-olah memiliki aura yang berbeda. Ada canda di tenda Luna cs dan ada cinta di tenda Oddie cs. Ribuan kunang-kunang menaungi kedua tenda itu dengan sinarnya yang indah.

bersambung...

Sabtu, 17 September 2011

Satu Yang Tak Bisa Lepas (Chapter 6)

pic. by : Johansen Halim
Rutinitas sebagai siswa SMA Pahlawan Bangsa kembali dijalani Oddie Laksmono. Iklim kelas XII IPS 1 juga menjadi lebih sejuk dengan hadirnya Oddie kembali. Bokir, Septian, Ruben dan Gori menjadi lebih bersemangat untuk masuk sekolah. Seperti biasanya ketika mereka pulang sekolah, selalu menyempatkan diri beberapa jam untuk duduk bersama di tepi lapangan basket.

“Sob, Tamara kok tiba-tiba besukin gue kemarin?” tanya Oddie sambil mendribble bola basket di depan sohib-sohibnya.

“Gue juga heran sih, ada angin apa dia besukin lu. Waktu itu sih adegannya sama kayak sekarang gini. Kami pada kumpul, tiba-tiba aja dia dateng nawarin diri buat gabung, apa salahnya juga sih pikir kami,” cerita Gori yang pertama kali mengizinkan Tamara gabungan di kelompok mereka.

“Aneh ga sih menurut kalian?” heran Oddie yang kemudian diikuti suasana hening sejenak. Tapi, dasar memang geng ceria yang selalu positive thinking, mereka tidak ambil pusing dengan keheranan Oddie. Mereka akhirnya mengalihkan topik mengenai acara Camp Persahabatan kelas XII SMA Pahlawan Bangsa. Camping itu hanya diikuti oleh beberapa anak kelas XII yang memang berniat untuk bersenang-senang bersama.

“Udah, daripada ngomongin yang ngga-ngga, kita pikirin aja acara camp kita. Denger-denger pesertanya udah full, itu udah termasuk Luna ngga ya?” khayal Bokir yang masih mengharapkan cinta Luna. Maklum, sejak kejadian Status di Facebook Luna itu, Bokir malunya bukan kepalang. Sampai sekarang saat Luna atau bahkan Geng Cuwit-Cuwit lewat di depan Bokir, mereka selalu tertawa geli.

“Kemarin gue sempet lihat geng Cuwit-Cuwit barengan kumpulin formulir pendaftaran di depan ruang OSIS. Pastinya mereka bakal ikutan,” yakin Septian yang juga diamini oleh Ruben dan Gori.

Setiap kegiatan sosial maupun keakraban yang diadakan oleh SMA Pahlawan Bangsa, Oddie dan sohibnya hampir tidak pernah absen.  Termasuk acara Camp Persahabatan ini, karena tanpa kehadiran mereka camp tersebut diyakini tidak akan jadi camp yang berkesan. Sembari sohibnya lagi ribut membayangkan satu bus dan satu tenda dengan Geng Cuwit-Cuwit, bola mata Oddie mulai berjalan ke kanan ke kiri. Ujung lidahnya bertemu dengan bibir atasnya yang tipis. Senyuman kecil tersungging manis di wajah Oddie.

“Gue ada ide untuk camp kali ini,” ujar Oddie sambil diikuti dengan nada misterius.
Keempat sohib Oddie tiba-tiba hening, cuma bisa melongo dan perlahan mendekat ke Oddie. Ide-ide brilian yang kadang berakhir kacau selalu dinanti oleh sohibnya. Di luar dugaan sohibnya, Oddie langsung berlari ke tengah lapangan basket dan melakukan lay up di ring basket.

“Tunggu aja tanggal mainnya,” teriak Oddie dari jauh yang kemudian diikuti sorakan Bokir, Septian, Ruben, dan Gori.

***

H-1 Camp Persahabatan
(Kamar Oddie)

“........jaket, selimut, minyak angin, biskuit, pisau, oke FIX!” seru Oddie sembari menutup ranselnya yang akan dibawa besok. Belum 10 detik Oddie beranjak dari tempatnya, tiba-tiba teriakan Mimi memecah ruang tamu. Suaranya yang digadang-gadang mirip Mariah Carey itu berkumandang dengan kencangnya hingga titian 6 oktaf F#m.

“Kak Oddieee, telepooonnnnn....!!” teriak Mimi dengan gaya penyanyi sereosa khas Italia. Teriakan Mimi benar-benar jauh dari kata merdu, itu yang membuat Oddie langsung menyambar telepon tersebut dari tangan Mimi.

“Thank u cantik,” ujar Oddie tersenyum dan mengusir Mimi dari tempatnya. Mendapat pujian singkat itu, Mimi berjalan dengan langkah tegap dan penuh percaya diri bak Miss Angola.

PERCAKAPAN DI TELEPON
“Gimana Gor, ada?” tanya Oddie dengan penuh semangat.

“Ada sih, kebetulan banget kagak dipakai. Emang buat apaan Od pake itu? Masa mereka masih kurang sampe gue mesti bawa yang beginian???” tanya Gori dengan nada yang tinggi karena terlalu penasaran dengan tingkah pola Oddie.

“Udah, nurut aja lu. Pokoknya lakuin permintaan gue yang kayak gue bilang di taman belakang sekolah tadi, ya ya ya? Iya dong pastinya, hehehe...” rayu Oddie yang mulai meneteskas air liurnya di lantai.

“Iya iya, gue juga udah terlanjur nyiapin, mau batal juga ga mungkin. Oke dah, sampai ketemu jam 07.00 besok ya? Bye soobb..” ujar Gori menutup percakapan mereka melalui telepon.

“Daaa Gor, ai lap yu pul,” ujar Oddie yang diikuti dengan bibir monyong ala Bokir.

Tut tut tut tut tut tut........

Setelah menutup teleponnya, Oddie nyengar-nyengir kayak kebo di sawah. Oddie berjalan melenggang layaknya milyuner yang berubah status menjadi trilyuner.

***

Pukul 08.00 WIB, SMA Pahlawan Bangsa begitu sepi. Hening, hanya sinar mentari dan angin semilir yang memenuhi area sekolah. Tetapi, tampak dari kejauhan, seorang pria berpakaian necis, seperangkat aksesoris ternama melekat di tubuhnya. Berdiri seorang pria (lumayan) tampan di samping bus mini bermuatan 15 orang.

“Apa gue yang kepagian, ato gue yang salah info? Kagak mungkin. Hmmm.... Eh, tuh kan, itu Luna, dia aja baru dateng,” gumam Gori yang diikuti oleh rasa lega karena melihat dari jauh Luna membawa ransel dan seperangkat alat camp.

“Hai Lun, mana para sohib lu?” tanya Gori ketika sudah bertatap muka dengan Luna.

“Ngomongnya sih udah di jalan. Mereka pada barengan kok, satu mobil ama Mathilda, dianterin ama sopirnya,” ujar Luna menerangkan kronologi keberangkatan Geng Cuwit-Cuwit.

“Aneh juga sih tapi. Masa ga ada anak lain yang tau kalau jam segini kumpulnya?” ujar Gori dengan penuh rasa heran. Luna juga senada dengan apa yang dirasakan oleh Gori. Sampai pada akhirnya Geng Cuwit-Cuwit datang, kemudian diikuti oleh kehadiran Septian, Ruben, dan Bokir. Mereka semua bertumpah-ruah bersama perlengkapan campnya di lapangan parkir SMA Pahlawan Bangsa.

“Lho, kok cuma kalian berdua, yang lain pada ke mana? Oddie juga belum dateng, aneh bener, jelas-jelas dia yang kabarin kalau jadwal kumpulnya dirubah kan?” tanya Septian kepada Gori dan Luna.

“Iya, aku juga dikabarin jam 08.00 tepat kumpul,” tutur Melani, salah satu anggota Geng Cuwit-Cuwit. Luna CS dan sohib-sohib Oddie mulai meraung-raung dengan keganjilan tersebut karena hanya mereka bersembilan yang berkumpul untuk berangkat camp. Tiba-tiba dari arah utara, tepatnya di gerbang pintu sekolah, muncullah seorang pria yang berjalan dengan langkah pasti. Semakin dekat, dekat, dan dekat. Di anatara keriuhan sembilan orang tersebut, Bokir yang pertama menyadari kehadiran Oddie langsung menghardik dengan gaya polisi intel.

“Wah, jangan-jangan lu nih yang sebarin perubahan jam kumpulnya, jangan bilang kagak lu?!@#$&” semprot Bokir yang diikuti oleh percikan air liurnya hingga mendarat di wajah Oddie.

“Santai-santai. Itu bus dan sopirnya, Spesial buat kita. Gue juga udah kena marah ama Aldo barusan. Tapi, Aldo udah kasih kesempatan ke kita untuk nyusul. So,selama di perjalanan kita bisa goyang bus itu dengan kegilaan kita,” teriak Oddie menyemangati kawanannya agar tidak kecewa. Meskipun mereka semua sempat kesal karena dikerjain Oddie, tetapi mereka tetap bergembira karena bisa menggila bersama di dalam bus tersebut.

Tidak ada lagi raut kemarahan di antara mereka karena mereka tetap bisa ikut Camp Persahabatan. Mereka semua berbondong-bondong masuk ke dalam mini bus milik Gori. Geng Cuwit-Cuwit sibuk menata barangnya ke dalam bus mini tersebut.

*su...wi... wittt....* siulan Oddie

“Sob, sini bentar,” panggil Oddie kepada Bokir, Septian, Ruben, dan Gori untuk mencegah empat sohibnya masuk ke dalam bus mini.

“Ini kan yang kalian mau? Kurang baik apa gue?? Hehehe...,” kata Oddie dengan nada nakal.

“Hahahahahhahahaha.... Bisa aja lu Oddd...” timpal Bokir sambil menjepit kepala Oddie dengan ketiaknya. Sembari menikmati aroma ketek Bokir, Oddie masih bisa berkutik untuk menyampaikan satu berita menggemparkan lagi.

“Bentar, bentar, bentar, lu pada kudu baca nih SMS, dari Aldo,” tutur Oddie sambil menyodorkan handphonenya ke Ruben, Septian, Bokir, dan Gori.

Od, berhubung kalian datengnya pasti telat, gue kayaknya kesulitan ngatur tendanya. Jadi, yang kloter lu gue jadiin satu area ya. Sorry agak jauhan dari camp pusat, anggap aja itu sanksi buat kalian, sapa suruh juga lu pada kompakan telat. Tapi gimanapun juga, ati-ati ya bro di jalan. Meskipun lu pada telat, kami tetep nunggu kehadiran lu semua. C u. Take Care and God Bless You. Aldo (Ketua Panitia Pelaksana).

Mendadak teriakan berkumandang di seantero lapangan parkir SMA Pahlawan Bangsa. Bokir udah kayak pemain bola yang mencetak 18 gol dalam satu pertandingan. Tidak henti-hentinya Bokir memeluk Oddie. Gori hanya bisa geleng-geleng sembari tersenyum. Ruben dan Septian bersujud di tengah lapangan untuk memanjatkan syukur pada Yang Esa. Geng Cuwit-Cuwit yang melihat tingkah pola mereka dari dalam bus hanya melongo dan keheranan. Tidak paham kalau mereka telah terperangkap dalam jebakan iseng Oddie. Akhirnya mereka berangkat tepat pukul 08.15 WIB. Layaknya anak SD yang sedang tur wisata, mereka menyanyikan lagu ‘Naik Delman.’ Saat bus mini akan keluar dari area sekolah, tiba-tiba sesosok perempuan berlari mendekati bus tersebut.

“Pak, tungguuuuuu......!” teriak perempuan tersebut. Mendengar teriakan tersebut, Oddie terkejut dan meminta pak sopir untuk menghentikan busnya.

“Pak, Pak, stop bentar... Emang Geng Cuwit-Cuwit nambah seorang lagi nih?” gumam Oddie dalam hati. Melihat sosoknya yang semakin mendekat, Oddie sangat tidak asing, karena perempuan itu tidak lain dan tidak bukan adalah Tamara.

“Tamara? Kok kamu masih di sini? Belum berangkat ama anak-anak tadi?” tanya Oddie keheranan karena merasa tidak melibatkan Tamara dalam jebakan iseng berhadiah tersebut.

“Gue..hosh hosh...gue kesiangan...hosh hosh...masih boleh ikutan kan?” jawab Tamara dengan nafas yang tersengal.

“Oooo... Ya udah gabung aja di sini,” ajak Oddie dengan tersenyum manis sambil menarik tangan Tamara untuk membantunya naik ke bus mini tersebut. Melihat adegan Telenovela antara Rosalinda dan Fernando Jose tersebut, seluruh isi bus dari menyanyikan lagu ‘Naik Delman’ berganti menjadi ‘My Heart Will Go On.’ Suasana bus makin riuh dan seru.

bersambung...

Kamis, 15 September 2011

Habis Gelap Terbitlah Terang (Chapter 5)

pic. by : Johansen Halim
Sampai detik ini, Oddie sama sekali tidak ingin bertemu Bokir. Rasa trauma masih menggelayuti pikiran Oddie. Setelah insiden “Bokir KW 1” muncul di depan Oddie ketika siaran ‘Are You Lonely?’ di Soul FM, Oddie tidak masuk sekolah untuk sementara karena mengalami demam.

Memang sialnya Bokir, jika dilihat lagi permasalahannya tidak seharusnya Bokir dipersalahkan lantaran raganya diduplikat oleh makhluk halus. But, life must go on. Tidak ada Oddie, proses belajar mengajar SMA Pahlawan Bangsa harus tetap dijalankan. Meskipun di sekolah tanpa kehadiran Oddie, siang itu empat sohibnya masih nongkrong di tepi lapangan basket.

“Lu kudu tanggung jawab Kir, kasihan kan Oddie paranoid  sampai demam begitu. Kalau muka lu ga kayak begini setan kan juga males minjem raga lu” ledek Ruben yang diikuti gelak tawa Septian dan Gori.

“Weee, resek banget sih lu ben. Benernya ini semua ga akan terjadi juga sih kalau gue maksain dateng ke Soul FM.  Biar tuh setan ga gangguin dia. Toh, gue juga masih bisa jalan, Oddie...Oddie...” sesal Bokir sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Sembari Bokir menyesali perbuatannya, tidak henti-hentinya jemari lentik Bokir memungut kacang bawang yang dibawakan oleh Emaknya.

Bercengkerama tanpa  Oddie memang terasa hampa. Tidak ada sosok yang bisa menjadi pemicu sebuah topik karena Oddie memang sang pencetus topik-topik seru. Namun, di kala empat sahabat tersebut masih membicarakan insiden Oddie VS “Bokir KW 1,” tiba-tiba seberkas cahaya muncul di belakang Bokir. Seorang wanita bertubuh tinggi, langsing, berambut kecoklatan yang terurai di atas bahunya, berkulit putih, dan berparas menawan menghampiri mereka. Matanya yang kecil mampu menyilaukan tiga pasang mata yang memandangnya. Belum lagi paras wanita tersebut jelas menunjukkan kalau dia bukan sepenuhnya berdarah Indonesia.

“Permisi, boleh gabungan ngga?” tanya wanita berbibir tipis tersebut.

“Ooo...Boleh-boleh... Boleh banget!!” seru Septian dan Gori. Bokir yang membelakangi wanita tersebut dan ingin tahu siapa suara nan lembut itu tidak diperbolehkan menoleh.

“Kir, lu ga mau ada korban yang pingsan lagi kan? Kasian kalo siang-siang wanita secantik itu udah liat makhluk halus” cegah Septian sambil memegang pundak Bokir agar tidak memutar arah. Seperti biasa, Bokir hanya bisa sewot meladeni kelakuan iseng sohibnya. Tampaknya keisengan Septian mampu menghangatkan suasana di siang yang mendung itu.

***

“Oooo, ceritanya begitu. Nyeremin banget ah...” tukas Tamara saat mendengarkan detail cerita pengalaman Oddie  dari Ruben. Tamara adalah siswi kelas XII SMA Pahlawan Bangsa penjurusan Ilmu Alam. Berbeda dengan Oddie dan kawan-kawan yang duduk di kelas XII penjurusan Ilmu Sosial. Sembari Tamara mendengarkan Ruben bercerita,  Bokir sedikit tertunduk lesu karena sesekali Tamara menatap Bokir untuk memvisualisasikan bentuk setan yang ditemui Oddie.

“Ooo.. nyeremin banget ya pasti, pantes sampai Oddie demam. Kalian sampai sekarang masih belum besuk Oddie?” tanya Tamara.

“Kalau gue, Septian, dan Gori sih udah nemenin seharian kemarin. Nah, si Oddie masih belum mau ketemu Bokir. Kami sih berencana ngebuatin password di antara mereka, biar bisa bedain Bokir asli dan palsu,” jelas Ruben diikuti senyuman kepada Tamara.

“Hahaha.. Ada-ada aja ide kalian. Pertemanan kalian seru banget ya. Aku jadi pengen terus bareng kalian biar bisa ketawa-ketawa gini,” ucap Tamara. Mendengar harapan Tamara, empat sohib Oddie jadi ingin segera mewujudkan harapan tersebut. Mereka dengan senang hati mengizinkan Tamara untuk sering-sering nongkrong bareng mereka.

“Wow, silakan banget!! Kebetulan kami mau bentuk Black Eyed Peas Gadungan. Will.I.Am udah ada, tinggal Fergie-nya aja,” ujar Septian sambil melirik Bokir yang dimaksudkan sebagai Will.I.Am.  Bokir cuma bisa melotot dan mengancam akan menjitak Septian. Gelak tawa mereka menggema di seantero lapangan basket SMA Pahlawan Bangsa.  Di tengah-tengah asyiknya membicarakan Oddie sebagai topik utamanya, Tamara menyela dan mengutarakan sesuatu kepada emat sohib Oddie itu.

“Gimana kalau nanti kita besuk si Oddie? Sekalian ngeresmiin aku jadi anggota  Black Eyed Peas Gadungan,” sindir Tamara yang masih melanjutkan gurauan Septian.

“Fergie memang brillian. Will.I.Am sampe sekarang ga pinter-pinter. Kalau gitu sampai ketemu nanti ya. Jam tujuh malem kita langsung ketemuan di rumah Oddie,” ujar Gori merangkum hasil kesepakatan mereka sembari dijitak Bokir yang tak sanggup menerima hinaan sohib-sohibnya.

***

Tepat pk 18.50 WIB, Tamara sudah berada di depan pintu rumah Oddie, tetapi tidak punya keberanian untuk langsung masuk. Dia datang dengan membawa makanan kesukaan Oddie, Ikan Gurami Goreng Asam Manis. Info makanan favorit Oddie tidak lain dan tidak bukan didapat dari Bokir. Tamara rela memiliki nomor Bokir demi mengetahui berbagai hal tentang Oddie. Kali aja nomor Bokir juga mengandung unsur mistis sehingga bisa dipasang di judi togel.

Sambil menunggu di depan teras rumah Oddie, Tamara duduk di kursi taman Oddie dan bermain-main dengan BlackBerry Onyxnya. Di tengah-tengah asyiknya melihat status BlackBerry Messenger (BBM) teman-temannya, Gori mendadak memberikan pesan melalui BBM:

Gori : PING!!! Sorry Tam, gue PING!!! Biar bisa geterin hati lu, hehehe.. Gini Tam, gue, Septian, Ruben, ama Bokir masih pengen cari buah tangan buat si Oddie. Gue juga kudu jemput mereka bertiga di rumah masing-masing. Jadi kemungkinan besar kami bakal telat banget. Kalau lu udah sampe masuk aja dulu. Kali aja trauma dia bisa hilang begitu lihat cewek secantik lu.

Tamara : Gitu ya. Gue ga enak aja sih, kan gue juga ga terlalu akrab ama Oddienya. Gue nunggu kalian aja deh.

Gori : Yakin nih? Mungkin bakal molor 1 jam lho. Gue saranin mending masuk aja. Oddie mah asik banget. Walaupun dia ga akrab ama lu, dia pasti bisa mencairkan suasana. Bisa-bisa dia malah naksir lu lagi, hahaha. Gue pasti usahain cepet sampai kok. Oke?

Tamara : Hahaha.. Ada-ada aja lu Gor. Oke. C u soon.

Meskipun mendapat dorongan dari Gori, Tamara tidak kuasa untuk masuk ke dalam rumah Oddie. Hatinya berkecamuk menghadapi pilihan antara menunggu atau langsung masuk.

“Kalau langsung masuk, gue bisa ngobrol-ngobrol ama Oddie berdua. Tapi kalau ntar garing, canggung, gawat dong,” gumam Tamara dalam hati. Saat Tamara masih mengalami kegalauan antara masuk dan tidak, Mami Oddie yang baru pulang dari arisan menegurnya dengan antusias.

“Teman Oddie ya? Masuk aja. Oddie lagi di dalam kok. Agak demam sedikit. Ga usah malu-malu,” ajak Mami Oddie sembari menggandeng tangan Tamara masuk ke dalam rumah. Keramahan Mami Oddie membuat Tamara menjadi nyaman untuk bertamu. Bahkan, tanpa perlu waktu lama Tamara bisa mengambil hati Mami Oddie lewat buah tangan yang dibawanya.

“Aduh, ngga usah repot-repot. Terima kasih. Oddie itu ngga sakit, cuma kena penyakit trauma dan malas sekolah, keenakan makanan ini dikasih ke Oddie,” canda Mami Oddie. Tamara hanya bisa tertawa dan melihat sekeliling interior rumah Oddie. Sesekali dia memandangi foto-foto Oddie yang terpajang di dinding dan rak ruang keluarga. Tamara tersenyum kecil ketika melihat pose-pose nakal Oddie dan adiknya, Mimi. Sejenak Tamara terpaku ketika melihat foto Oddie yang sedang berpelukan dengan seorang wanita yang tidak dikenalnya. Dia tidak sadar bahwa sepanjang lamunannya, Mami Oddie masih berbicara dengannya.

“Dek? Kenapa?” tanya Mami Oddie memecah lamunan Tamara di depan foto Oddie dan wanita tersebut.

“Oh iya, maaf tante, maaf. Mendadak ngelamun,” tutur Tamara dengan nada yang tinggi dan penuh sesal.

“Foto itu waktu Oddie ketemu temen lamanya yang datang dari Amerika,” terang Mami Oddie. Mendengar penjelasan Mami Oddie tadi, Tamara seperti kehilangan semangat untuk masuk ke kamar Oddie. Tetapi, kembali Mami Oddie mendorong Tamara untuk menemui Oddie.

“Ini sudah tante sajikan Ikan Gurami Asem Manisnya. Anterin ke kamar Oddie, sekalian ini ama obatnya, suruh dia minum, kali aja kalau sama kamu gampang,” perintah Mami Oddie sambil menyodorkan nampan itu ke Tamara. Meski ragu-ragu akhirnya Tamara berhasil masuk ke dalam kamar Oddie. Dia mendapati Oddie sedang tidur menghadap dinding. Perlahan Tamara mencoba untuk membangunkan Oddie yang dibalut dengan selimut tebalnya.

“Od, bangun bentar dong, makan dulu, diminum obatnya,” panggil Tamara dengan sedikit rasa takut karena tidak ingin mengganggu istirahat Oddie. Perlahan Oddie memutar balik badannya untuk melihat suara siapa gerangan yang membangunkan tidur sang pangeran. Betapa terkejutnya Oddie melihat seorang Tamara di dalam kamarnya.

“Lho, Tamara? Ga salah rumah Tam? Salon masih 300 meter dari sini Tam,” heran Oddie. Belum Tamara menjawab tiba-tiba Oddie berlagak layaknya seorang hamba yang bersyukur pada Tuannya.

“Memang kemarin hamba bersama hantu Bokir, tapi terima kasih atas karuniaMu Tuhan, kini Kau memberikan Malaikat Tamara untuk merawat hamba, di balik kelambu selalu ada hikmah, amiiinn,” ucap Oddie memanjatkan syukur.

Tamara yang melihat kelakuan spontan Oddie hanya bisa tertawa. Sesuai dengan perkataan Gori, Oddie akan sangat mudah mencairkan suasana meskipun Tamara notabene bukan teman dekatnya. Tamara membantu Oddie untuk mengambil makanan dan meminum obatnya. Belum genap satu jam sesuai janji Gori, akhirnya empat sohib Oddie tiba dan langsung menuju ke kamar Oddie. Pemandangan romantis tersebut tidak luput dari pandangan mereka dan aksi ledekan Gori, Septian, Bokir dan Rubenpun terjadi.

“Mantaaaaappp soobb... Ibarat ilmu sastra nih “Habis gelap, terbitlah terang. Habis ketemu setan Bokir, sekarang ketemu malaikat Tamara,” ujar Ruben sambil berlagak menirukan sastrawan Khalil Gibran.
Mereka tertawa bersama, dan Oddie tampaknya sudah bisa menerima kehadiran Bokir. Di tengah-tengah tawa itu, Tamara hanya tersenyum dan menatap Oddie dengan pandangan lembut.

bersambung...

Selasa, 13 September 2011

Are You Lonely? (Chapter 4)

pic. by : Johansen Halim
Di zaman yang serba susah ini, mau beli apa-apa harus pakai uang. Uang didapat jika kita bekerja. Itu sudah kodrat manusia untuk bisa bertahan hidup. Oddie juga manusia yang harus bertahan hidup. Itulah sebabnya seorang Oddie Laksmono, siswa tampan dari SMA Pahlawan Bangsa, harus mencari kerja sambilan.

Siang itu, tepatnya pukul 14.00 seperti biasa Oddie pulang menggunakan motor bututnya. Selama perjalanan tiba-tiba Oddie teringat wejangan sang kakek yang sekarang tinggal di Bogor.

“Kamu itu ganteng Od. Sehat, gagah, tangguh, sama kayak almarhum Bapak kamu. Jadi jangan malu-maluin keluarga kamu ya, terutama Ibu kamu. Buat Ibu kamu bahagia,” ujar kakek di memori Oddie.

Itulah sebabnya tiap pulang sekolah Oddie langsung sibuk dengan profesinya sebagai penyiar radio di Soul FM. Kadang-kadang Bokir, Ruben, Septian dan Gori juga diajak ke Soul FM buat nemenin Oddie siaran.
Kebetulan hari itu Oddie akan siaran malam dan minta ditemani oleh keempat sohibnya.

“Gue ada urusan mendadak Od, tiba-tiba nyokap minta dianterin ke Barcelona,” ujar Gori.

Buset, nganterin nyokap ke Barcelona kayak nganterin nyokap ke Indomaret, kayaknya kalau pakai duit apa-apa jadi deket gitu. Berbeda lagi dengan Septian yang makin laris job bandnya.

“Waduh, sorry Od, ga bisa nemenin lu siaran nih, ntar siapa yang main gitar, masa kudu manggil bang Haji Rhoma Irama buat gantiin gue?” tukas Septian.

Ruben yang biasanya paling bisa kalau disuruh nemenin ke mana Oddie pergi kebetulan sekali harus mengisi pertunjukkan teater di tempat bokapnya kerja, dosen sastra di salah satu Universitas terbaik Indonesia.

“Bokir nih, gue yakin ga ada kerjaannya tuh anak,” gumam Oddie sambil menutup ponselnya yang sudah tidak beredar lagi di pasaran.

***

Pucuk di cinta, ulampun tiba. Bagaikan gayung bersambut. Bagaikan katak dalam tempurung. Ternyata Bokir memang benar-benar masuk ke dalam jutaan orang yang masih belum memiliki pekerjaan.

“Iya iya, tunggu bentar, abis gue kasih makan Eman, langsung gue ke tempat siaran lu,” ujar Bokir mengiyakan.

Eman adalah burung perkutut kesayangan Bokir. Dengan Eman, Bokir mencurahkan semua keluh kesahnya, terutama soal cintanya yang bertepuk sebelah tangan terhadap Luna. Pernah suatu hari Bokir berada pada fase sangat tergila-gila dengan Luna, dia bercakap-cakap dengan si Eman:
Bokir   : “Man, gue tau lu makhluk paling jujur di muka bumi ini dan gue percaya ama lu 100%. Benernya, Luna itu ada rasa ga sih ama gue?”
Eman   : *manggut-manggut makan kroto*
Bokir   : “Ya ya, gue salah tanya, kalau itu sudah pasti. Pertanyaannya gue ganti, kira-kira dia cinta ngga ama gue?”
Eman   : *manggut-manggut minum air*
Bokir   : “Cuma lu yang paling bener dan ngertiin gue man”

Sebagai tanda ucapan terima kasih, Bokir memonyongkan bibirnya di sangkar untuk berusaha mencium Eman. Alhasil, bibir Bokir jontor dipatok Eman. First kisspun telah terjadi.

***

SOUL FM pk 22.00

*backsound thriller*
“Let The Music Heal Your Soul, 104.8 FM. Selamat malam jiwa-jiwa yang gentayangan. Barengan Oddie dari jam 10 sampai 12 malem, Oddie bakal nemenin kalian di acara ‘Are You Lonely?’ Kisah-kisah mengerikan akan Oddie bawakan setelah satu lagu dari Astrid – Ratu Cahaya, OST Tusuk Jelangkung, Check this one out!
(disiarkan dengan nada mencekam)

“Dari dulu gue paling kagak demen suruh siaran yang beginian,” komat-kamit Oddie sambil memandangi komputer yang berisi SMS pendengar dan materi-materi cerita horror.

Oddie terpaksa harus menggantikan Jason yang menjadi penyiar tetap di program ‘Are You Lonely?’ lantaran Jason ada keperluan keluarga yang tidak bisa ditinggal.
Belum lagi, Soul FM di atas pukul sembilan malam hening tak bertuan, hanya ada Pak Kirno dan Ujang yang patroli 24 jam di lantai satu, sedangkan Oddie berada di lantai empat. Suasana semakin mencekam karena semakin banyak cerita-cerita misteri yang seperti mendekati nyata. Oddie cuma bisa minum seteguk setiap ada jeda.

Jam dinding menunjukkan pukul 11.15 malam. Bokir yang janji datang menemani Oddie siaran tidak kunjung datang. “Bokir, Bokir, Bokir, gue udah nyebutin nama lu tiga kali, dateng dong Kir,” rintih Oddie. Memang benar adanya, selain bisa memanggil mas Jelangkung mantera itu juga bisa datengin Bokir.

“Bokiiiiiirrr, akhirnyaaaaa.......!!” teriak Oddie saat menyambut Bokir yang masuk membuka pintu dengan tatapan kosong.

“Lu tau ga Kir, seumur hidup gue ngerasa butuh banget kehadiran lu ya baru kali ini,” ucap Oddie sambil ngelus-ngelus rambut Bokir.

Bokir yang biasanya paling doyan ngebales omongan resek Oddie hari itu hanya diam sejuta bahasa.

“Kir, lu kenapa? Dipatok Eman lagi bibir lu?” ledek Oddie.

Saat mendengar perkataan Oddie, kontan Bokir langsung mengubah ekspresi wajahnya. Matanya menyorot tajam ke arah Oddie. Bibirnya tertutup rapat. Aura yang dibangun begitu dingin dan menusuk hingga terasa ke tulang sum-sum Oddie.

“Iya iya, sorry, bercanda ah! Duduk dulu gih di depan gue. Bentar ya, gue on air dulu. Abis gue kasih 3 lagu, temenin gue ke pantry, gue bikinin lu kopi spesial khas Venezuela, ga pernah kan lu minum yang begituan,” sindir Oddie sambil memakai headphone yang masih tidak mendapat respon positif Bokir.

Merasa ada teman, siaran Oddie makin menjadi-jadi. Oddie jadi berani dan makin membangun suasana siaran menjadi seram. Karena terlalu seramnya, seorang pendengar yang iseng mengirimkan SMS yang berisi:

Salut banget sama Kak Oddie. Berani banget siaran horror sendirian. Pengen nanya nih Kak : Are You Lonely?

Saat membaca SMS tersebut melalui on air, Oddie hanya tersenyum kecil dan membalas pertanyaan pendengar tersebut dengan percaya diri :A black ghost in front of me,” ucap Oddie dengan nada mendesah, dihorror-horrorin. Setelah mengucapkan kalimat tersebut, Oddie menutupnya dengan lagu Zombie milik The Cranbarries.

***

Tepat pukul 00.00 dini hari, siaranpun akhirnya selesai. Oddie tertawa lepas dan menarik tangan Bokir untuk ke pantry. Sambil berjalan menuju pantry, Oddie merangkul bahu Bokir dan membuatkan Kopi khas Venezuela untuk sohibnya itu.

“Thank you sob. Ngga ada lu, gue ga mungkin berkutik siaran sendirian. Tapi pendengar banyak yang suka nih. Cuma yang terakhir aja tuh, resek banget SMS-nya, hahaha, sorry ya, gue cuman bercanda,” ujar Oddie sambil membuat kopi.

Aneh bin ajaib, Bokir membalasnya hanya dengan senyuman kecil kemudian menenggak Kopi Venezuela tersebut hingga ampasnya dalam satu kali teguk.

“Haus sob? Lu ke sini marathon ato estafet? Persiapan Sea Games lu?” tanya Oddie.

“Iya, biar nambah medali emas buat Indonesia,” jawab Bokir datar dengan tatapan kosong.

“Kayaknya lu lagi ga sehat deh bro. Sorry ya gue ngrepotin lu. Lu bawa motor kan? Apa mau gue tuntun sampe rumah lu? Ntar emak lu sedih kalo lu kenapa-napa,” ucap Oddie sambil megangin kening Bokir.

“Ga usah, gue bisa sendiri kok,” jawab Bokir yang masih diikuti dengan ekspresi dan nada yang sama.

“Udah ah, yuk kita pulang. Lu malah nakut-nakutin gue aja,” ajak Oddie.

Akhirnya mereka berdua saling berpamitan di parkiran motor, dan tidak lupa memberikan ucapan selamat tinggal untuk penjaga tercinta, Pak Kirno dan Ujang. Melihat Oddie dan Bokir berjalan membelakangi mereka, mereka saling bertatapan dan mengernyitkan dahi.

***

Pagi yang cerah di SMA Pahlawan Bangsa.

“Pagiii sooobbbb....!!!” sapa Oddie kepada Septian dan Ruben. Gori? Masih nemenin maminya ke Barcelona.

“Mana nih pahlawan gue, Bokir Sitohang. Tanpa kehadirannya, siaran gue ga bakal semulus itu meennn,” puji Oddie sambil celingak-celinguk nyariin Bokir.

“Terakhir gue SMS dia kayaknya dia sakit,” kata Ruben sambil masih memegang handphonenya.

“Waahh, gue udah feeling kemarin. Ga bisa gue diemin nih, dia udah berjasa banget nemenin gue. Pulang langsung kita besuk dia gimana?” ajak Oddie yang kemudian diikuti oleh anggukan kedua sohibnya tersebut.

Sebungkus pangsit mie ayam Mbok Jijah dan jus melon berada di genggaman Oddie. Setidaknya itu adalah harga yang harus dibayar Oddie karena telah membuat Bokir terkapar demam dan masuk angin. Sesampai di depan pintu kamar Bokir, Oddie mengetuk dan memanggil Bokir dengan nada dramatis bak drama serial Korea.

“Bokir sayaaangg. Kami boleh masuk ya?” teriak Oddie dari luar pintu.

“Masuk aja. Kagak dikunci,” balas Bokir dengan suara parau.

Tanpa basa-basi lagi Bokir menyambut kedatangan mereka denga antusias. Sangat antusias lantaran buah tangan dari kawan-kawannya sesuai dengan selera Bokir. Bokir menikmati makanan tersebut seperti orang yang sudah lama tidak menjumpai makanan. Lahap dan penuh kebuasan. Dalam bayangan Bokir, ketiga sobatnya itu tidak lain bagaikan tiga orang majus yang membawakan persembahan berharga di malam Natal. Di tengah-tengah nikmatnya Bokir menyantap makanannya, dia teringat perihal dirinya yang harus menemani Oddie siaran horror.

“Oh iya, sorry ya Od gue telat ngabarin lu kalo gue kemarin sakit,” ucap Bokir sambil menikmati hidangan tersebut.

“Ga masalah kali. Gue udah ngerasa sejak lu masuk di ruangan siaran, muke lu rada demek, datar banget,” ujar Oddie sambil tertawa.

“Hah? Ruang siaran?” tanya Bokir diikuti dengan kernyitan di dahi dengan mi yang masih menggantung di bibirnya.


FLASH BACK   

Akhirnya mereka berdua saling berpamitan di parkiran motor, dan tidak lupa memberikan ucapan selamat tinggal untuk penjaga tercinta, Pak Kirno dan Ujang. Melihat Oddie dan Bokir berjalan membelakangi mereka, mereka saling bertatapan dan mengernyitkan dahi.
Kemudian Pak Kirno dengan nada heran bertanya ke Ujang:

“Memang tadi ada orang masuk ya jang? Lu liat?” heran Pak Kirno.

“Makanya ntu, kagak ada yang masuk dari tadi,” jawab Ujang sambil berlari kembali ke pos penjagaan.


BACK TO KAMAR BOKIR

“Od, Od, sadar Od, sadar, bangun Od...” teriak Septian, Ruben, dan Bokir bergantian membangunkan Oddie dari pingsannya.