Kamis, 15 September 2011

Habis Gelap Terbitlah Terang (Chapter 5)

pic. by : Johansen Halim
Sampai detik ini, Oddie sama sekali tidak ingin bertemu Bokir. Rasa trauma masih menggelayuti pikiran Oddie. Setelah insiden “Bokir KW 1” muncul di depan Oddie ketika siaran ‘Are You Lonely?’ di Soul FM, Oddie tidak masuk sekolah untuk sementara karena mengalami demam.

Memang sialnya Bokir, jika dilihat lagi permasalahannya tidak seharusnya Bokir dipersalahkan lantaran raganya diduplikat oleh makhluk halus. But, life must go on. Tidak ada Oddie, proses belajar mengajar SMA Pahlawan Bangsa harus tetap dijalankan. Meskipun di sekolah tanpa kehadiran Oddie, siang itu empat sohibnya masih nongkrong di tepi lapangan basket.

“Lu kudu tanggung jawab Kir, kasihan kan Oddie paranoid  sampai demam begitu. Kalau muka lu ga kayak begini setan kan juga males minjem raga lu” ledek Ruben yang diikuti gelak tawa Septian dan Gori.

“Weee, resek banget sih lu ben. Benernya ini semua ga akan terjadi juga sih kalau gue maksain dateng ke Soul FM.  Biar tuh setan ga gangguin dia. Toh, gue juga masih bisa jalan, Oddie...Oddie...” sesal Bokir sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Sembari Bokir menyesali perbuatannya, tidak henti-hentinya jemari lentik Bokir memungut kacang bawang yang dibawakan oleh Emaknya.

Bercengkerama tanpa  Oddie memang terasa hampa. Tidak ada sosok yang bisa menjadi pemicu sebuah topik karena Oddie memang sang pencetus topik-topik seru. Namun, di kala empat sahabat tersebut masih membicarakan insiden Oddie VS “Bokir KW 1,” tiba-tiba seberkas cahaya muncul di belakang Bokir. Seorang wanita bertubuh tinggi, langsing, berambut kecoklatan yang terurai di atas bahunya, berkulit putih, dan berparas menawan menghampiri mereka. Matanya yang kecil mampu menyilaukan tiga pasang mata yang memandangnya. Belum lagi paras wanita tersebut jelas menunjukkan kalau dia bukan sepenuhnya berdarah Indonesia.

“Permisi, boleh gabungan ngga?” tanya wanita berbibir tipis tersebut.

“Ooo...Boleh-boleh... Boleh banget!!” seru Septian dan Gori. Bokir yang membelakangi wanita tersebut dan ingin tahu siapa suara nan lembut itu tidak diperbolehkan menoleh.

“Kir, lu ga mau ada korban yang pingsan lagi kan? Kasian kalo siang-siang wanita secantik itu udah liat makhluk halus” cegah Septian sambil memegang pundak Bokir agar tidak memutar arah. Seperti biasa, Bokir hanya bisa sewot meladeni kelakuan iseng sohibnya. Tampaknya keisengan Septian mampu menghangatkan suasana di siang yang mendung itu.

***

“Oooo, ceritanya begitu. Nyeremin banget ah...” tukas Tamara saat mendengarkan detail cerita pengalaman Oddie  dari Ruben. Tamara adalah siswi kelas XII SMA Pahlawan Bangsa penjurusan Ilmu Alam. Berbeda dengan Oddie dan kawan-kawan yang duduk di kelas XII penjurusan Ilmu Sosial. Sembari Tamara mendengarkan Ruben bercerita,  Bokir sedikit tertunduk lesu karena sesekali Tamara menatap Bokir untuk memvisualisasikan bentuk setan yang ditemui Oddie.

“Ooo.. nyeremin banget ya pasti, pantes sampai Oddie demam. Kalian sampai sekarang masih belum besuk Oddie?” tanya Tamara.

“Kalau gue, Septian, dan Gori sih udah nemenin seharian kemarin. Nah, si Oddie masih belum mau ketemu Bokir. Kami sih berencana ngebuatin password di antara mereka, biar bisa bedain Bokir asli dan palsu,” jelas Ruben diikuti senyuman kepada Tamara.

“Hahaha.. Ada-ada aja ide kalian. Pertemanan kalian seru banget ya. Aku jadi pengen terus bareng kalian biar bisa ketawa-ketawa gini,” ucap Tamara. Mendengar harapan Tamara, empat sohib Oddie jadi ingin segera mewujudkan harapan tersebut. Mereka dengan senang hati mengizinkan Tamara untuk sering-sering nongkrong bareng mereka.

“Wow, silakan banget!! Kebetulan kami mau bentuk Black Eyed Peas Gadungan. Will.I.Am udah ada, tinggal Fergie-nya aja,” ujar Septian sambil melirik Bokir yang dimaksudkan sebagai Will.I.Am.  Bokir cuma bisa melotot dan mengancam akan menjitak Septian. Gelak tawa mereka menggema di seantero lapangan basket SMA Pahlawan Bangsa.  Di tengah-tengah asyiknya membicarakan Oddie sebagai topik utamanya, Tamara menyela dan mengutarakan sesuatu kepada emat sohib Oddie itu.

“Gimana kalau nanti kita besuk si Oddie? Sekalian ngeresmiin aku jadi anggota  Black Eyed Peas Gadungan,” sindir Tamara yang masih melanjutkan gurauan Septian.

“Fergie memang brillian. Will.I.Am sampe sekarang ga pinter-pinter. Kalau gitu sampai ketemu nanti ya. Jam tujuh malem kita langsung ketemuan di rumah Oddie,” ujar Gori merangkum hasil kesepakatan mereka sembari dijitak Bokir yang tak sanggup menerima hinaan sohib-sohibnya.

***

Tepat pk 18.50 WIB, Tamara sudah berada di depan pintu rumah Oddie, tetapi tidak punya keberanian untuk langsung masuk. Dia datang dengan membawa makanan kesukaan Oddie, Ikan Gurami Goreng Asam Manis. Info makanan favorit Oddie tidak lain dan tidak bukan didapat dari Bokir. Tamara rela memiliki nomor Bokir demi mengetahui berbagai hal tentang Oddie. Kali aja nomor Bokir juga mengandung unsur mistis sehingga bisa dipasang di judi togel.

Sambil menunggu di depan teras rumah Oddie, Tamara duduk di kursi taman Oddie dan bermain-main dengan BlackBerry Onyxnya. Di tengah-tengah asyiknya melihat status BlackBerry Messenger (BBM) teman-temannya, Gori mendadak memberikan pesan melalui BBM:

Gori : PING!!! Sorry Tam, gue PING!!! Biar bisa geterin hati lu, hehehe.. Gini Tam, gue, Septian, Ruben, ama Bokir masih pengen cari buah tangan buat si Oddie. Gue juga kudu jemput mereka bertiga di rumah masing-masing. Jadi kemungkinan besar kami bakal telat banget. Kalau lu udah sampe masuk aja dulu. Kali aja trauma dia bisa hilang begitu lihat cewek secantik lu.

Tamara : Gitu ya. Gue ga enak aja sih, kan gue juga ga terlalu akrab ama Oddienya. Gue nunggu kalian aja deh.

Gori : Yakin nih? Mungkin bakal molor 1 jam lho. Gue saranin mending masuk aja. Oddie mah asik banget. Walaupun dia ga akrab ama lu, dia pasti bisa mencairkan suasana. Bisa-bisa dia malah naksir lu lagi, hahaha. Gue pasti usahain cepet sampai kok. Oke?

Tamara : Hahaha.. Ada-ada aja lu Gor. Oke. C u soon.

Meskipun mendapat dorongan dari Gori, Tamara tidak kuasa untuk masuk ke dalam rumah Oddie. Hatinya berkecamuk menghadapi pilihan antara menunggu atau langsung masuk.

“Kalau langsung masuk, gue bisa ngobrol-ngobrol ama Oddie berdua. Tapi kalau ntar garing, canggung, gawat dong,” gumam Tamara dalam hati. Saat Tamara masih mengalami kegalauan antara masuk dan tidak, Mami Oddie yang baru pulang dari arisan menegurnya dengan antusias.

“Teman Oddie ya? Masuk aja. Oddie lagi di dalam kok. Agak demam sedikit. Ga usah malu-malu,” ajak Mami Oddie sembari menggandeng tangan Tamara masuk ke dalam rumah. Keramahan Mami Oddie membuat Tamara menjadi nyaman untuk bertamu. Bahkan, tanpa perlu waktu lama Tamara bisa mengambil hati Mami Oddie lewat buah tangan yang dibawanya.

“Aduh, ngga usah repot-repot. Terima kasih. Oddie itu ngga sakit, cuma kena penyakit trauma dan malas sekolah, keenakan makanan ini dikasih ke Oddie,” canda Mami Oddie. Tamara hanya bisa tertawa dan melihat sekeliling interior rumah Oddie. Sesekali dia memandangi foto-foto Oddie yang terpajang di dinding dan rak ruang keluarga. Tamara tersenyum kecil ketika melihat pose-pose nakal Oddie dan adiknya, Mimi. Sejenak Tamara terpaku ketika melihat foto Oddie yang sedang berpelukan dengan seorang wanita yang tidak dikenalnya. Dia tidak sadar bahwa sepanjang lamunannya, Mami Oddie masih berbicara dengannya.

“Dek? Kenapa?” tanya Mami Oddie memecah lamunan Tamara di depan foto Oddie dan wanita tersebut.

“Oh iya, maaf tante, maaf. Mendadak ngelamun,” tutur Tamara dengan nada yang tinggi dan penuh sesal.

“Foto itu waktu Oddie ketemu temen lamanya yang datang dari Amerika,” terang Mami Oddie. Mendengar penjelasan Mami Oddie tadi, Tamara seperti kehilangan semangat untuk masuk ke kamar Oddie. Tetapi, kembali Mami Oddie mendorong Tamara untuk menemui Oddie.

“Ini sudah tante sajikan Ikan Gurami Asem Manisnya. Anterin ke kamar Oddie, sekalian ini ama obatnya, suruh dia minum, kali aja kalau sama kamu gampang,” perintah Mami Oddie sambil menyodorkan nampan itu ke Tamara. Meski ragu-ragu akhirnya Tamara berhasil masuk ke dalam kamar Oddie. Dia mendapati Oddie sedang tidur menghadap dinding. Perlahan Tamara mencoba untuk membangunkan Oddie yang dibalut dengan selimut tebalnya.

“Od, bangun bentar dong, makan dulu, diminum obatnya,” panggil Tamara dengan sedikit rasa takut karena tidak ingin mengganggu istirahat Oddie. Perlahan Oddie memutar balik badannya untuk melihat suara siapa gerangan yang membangunkan tidur sang pangeran. Betapa terkejutnya Oddie melihat seorang Tamara di dalam kamarnya.

“Lho, Tamara? Ga salah rumah Tam? Salon masih 300 meter dari sini Tam,” heran Oddie. Belum Tamara menjawab tiba-tiba Oddie berlagak layaknya seorang hamba yang bersyukur pada Tuannya.

“Memang kemarin hamba bersama hantu Bokir, tapi terima kasih atas karuniaMu Tuhan, kini Kau memberikan Malaikat Tamara untuk merawat hamba, di balik kelambu selalu ada hikmah, amiiinn,” ucap Oddie memanjatkan syukur.

Tamara yang melihat kelakuan spontan Oddie hanya bisa tertawa. Sesuai dengan perkataan Gori, Oddie akan sangat mudah mencairkan suasana meskipun Tamara notabene bukan teman dekatnya. Tamara membantu Oddie untuk mengambil makanan dan meminum obatnya. Belum genap satu jam sesuai janji Gori, akhirnya empat sohib Oddie tiba dan langsung menuju ke kamar Oddie. Pemandangan romantis tersebut tidak luput dari pandangan mereka dan aksi ledekan Gori, Septian, Bokir dan Rubenpun terjadi.

“Mantaaaaappp soobb... Ibarat ilmu sastra nih “Habis gelap, terbitlah terang. Habis ketemu setan Bokir, sekarang ketemu malaikat Tamara,” ujar Ruben sambil berlagak menirukan sastrawan Khalil Gibran.
Mereka tertawa bersama, dan Oddie tampaknya sudah bisa menerima kehadiran Bokir. Di tengah-tengah tawa itu, Tamara hanya tersenyum dan menatap Oddie dengan pandangan lembut.

bersambung...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar