Kamis, 06 Oktober 2011

Cuma Mau Maimunah (Chapter 9)

pic. by : Johansen Halim
Pagi-pagi buta Bokir sudah dibuat resah dengan perdebatan sang emak. Memang bukan pagi itu Bokir debat dengan emaknya. Malam kemarin percekcokan ala Bibir Yang Ditukar membahana di sebuah gubuk tak bertulang itu.

“Emak.....ngertiin Bokir sekali ini aja. Sekaliii ajaaaa...” isak Bokir diikuti gaya pemenang Piala Oscar tahun 1967. Emak Bokir tidak kalah heboh. Tampaknya Natalie Portman harus siap-siap angkat kaki dari dunia Hollywood jika melihat aksi Emak yang menentang habis sang anak tercinta.

“Lu kagak ngerti ya Kir, Emak lu udah kasih apapun buat lu, sampe raga Emak lu udah kagak ada bentuk lu masih minta yang berharga,” tentang Emak kepada Bokir.

“Sudahlah Emak, Bokir lelah, lesu, lunglai, letih.....laper juga,” kata Bokir sembari beranjak dari ruang tamu, tempat mereka beradu argumen.

“Bokir, kembali! Bokir! Lu kurang darah!” teriak Emak Bokir sambil ngelempar Sangobion.

Drama yang bergulat di antara mereka tak pelak membuat Bokir stres dan penuh ratap. Akhirnya pagi itu Bokir hanya bisa melihat motor butut kesayangannya yang sudah rusak total itu. Ya, ternyata perdebatan yang terjadi kemarin malam adalah permintaan Bokir akan sebuah motor baru kepada si Emak. Emak yang memang hanya punya penghasilan pas-pasan tidak bisa mengabulkan permintaan Bokir yang super mendadak.

Mau tidak mau Bokir harus rela untuk naik angkot menuju sekolah tercinta. Dasar memang sahabat sejati, Oddie sudah berulang kali menawarkan bantuan kepada Bokir. Oddie rela banget untuk menjemput sohibnya yang merana itu.

“Apa sih yang ga buat lu Kir. Lu kan lagi kesulitan, masa gue tinggal diem, gue jemput ya?” rayu Oddie.

“Kagak usah, biar Emak gue tau seberapa menderitanya gue. Thank u ye sob tawarannya, meskipun gue tau kalo motor lu juga mogokan, ujung-ujungnya gue yang ngedorong,” sindir Bokir. Oddie yang mendengar penolakan sohibnya itu cuma bisa cekikian karena ketahuan kebiasaannya.

Sekali agkot tetap angkot. Bokir ingin membuktikan pada si Emak kalau anaknya terlambat sekolah dan terlambat pulang karena harus naik angkot. Pagi-pagi dengan muka kusut Bokir menjinjing tas laptopnya. Tas laptop, bukan tas berisi laptop, di dalam tas laptop Bokir tidak akan menemui laptop, tetapi hanya ada buku-buku pelajaran dan buku tulis beserta alat tulisnya.

Tidak lama setelah Bokir berdiri di depan gang rumahnya, sebuah angkot berwarna hijau melon mendekat. Persis mobil angkot itu berhenti di sebelah Bokir, kemudian sang sopir melongokkan kepalanya untuk menawarkan tumpangan pada Bokir.

“Kalo siswa 500 perak kan bang?” tawar Bokir. Mendengar Bokir mengatakan 500 perak, sang sopir melotot dan menunjukkan sebuah tatto di lengannya yang tertutup kaos bonusan dari Semen Gresik.

“Lu masih punya cita-cita kan??” tantang sang sopir. Bokir yang liat tatto kapak Wiro Sableng itu langsung bergidik dan ngga berani tawar-menawar lagi.

“Ma...Maa..Masih-masih... masih bang. Pengen jadi Polwan. Eh, Polri bang,” ujar Bokir terbata-bata. Dasar Bokir yang cuma berani ngelawan Emaknya, ketemu preman sopir langsung evolusi jadi Aziz Gagap.

Bokir segera naik ke bangku belakang angkot dan duduk di sisi pintu luar. Hampir penuh sesak, hanya tersisa untuk 2 sampai 3 orang lagi. Berbagai aroma mulai dari ikan kerapu sampai terasi Betawi bercampur aduk di dalam angkot itu. Padahal hari masih sekitar pk 06.15 WIB, tetapi banyak orang yang sudah mulai sibuk dengan kegiatannya. Di dalam angkot itu mayoritas diisi para manula seumuran Emak Bokir. Hanya satu yang masih berumur sekitar 35 tahun. Itupun pria dengan kumis melintang dengan badan yang kurus kering.

Entah mengapa ketika Bokir duduk dan merenung di belakang, Bokir teringat perjuangan Emaknya yang setiap hari berdagang di pasar tradisional. Menjual berbagai sayur mayur dan ikan di pasar demi membiayai sang anak. Bokir mulai menitikkan air mata. Ya, karena kelilipan, bukan karena rasa haru.

Tiba-tiba suasana melankolis itu berubah total saat angkot mulai berhenti di sebuah daerah perumahan yang cukup mentereng. Seorang gadis polos memakai baju khas kembang desa memberhentikan angkot berisi belasan orang tersebut. Alangkah terkejutnya Bokir saat melihat gadis berambut hitam pekat dan beralis tebal itu. Kulitnya berwarna kuning langsat dan perangainya mengingatkan orang pada Kate Middleton, istri Pangeran Negeri Monarki, Inggris.

Bak Pangeran William, Bokir turun dari angkot memersilakan gadis itu masuk ke dalam.

“Mari-mari neng, di dalem masih ada satu,” lagak Bokir yang mulai kehilangan perangai sebagai pangeran, malah mirip kenek angkot.

Mendapat pelayanan yang memuaskan dari kenek dadakan itu, gadis manis itu melemparkan senyuman termanisnya. Kebetulan, Bokir duduk dekat dengan gadis tersebut. Setelah beebrapa menit merasa garing dan tidak ada pembicaraan, Bokir mulai memberanikan diri membuka omongan.

“Saya Bokir, mbaknya?” tanya Bokir sembari menyodorkan tangannya. Senyum najong terpancar dari mukanya yang benar-benar mengharapkan balasan gadis itu.

“Maimunah,” jawabnya singkat. Bokir makin penasaran.

Dilihat dari penampilannya sudah bisa ditebak kalau Maimunah adalah pembantu rumah tangga. Tapi Bokir tidak melihat status Maimunah. Kalau ada kata jatuh cinta pada pandangan pertama, Bokir mengalami itu. Bokir yang sudah tahu kalau angkotnya lewat di depan sekolahnya, pura-pura tidak melihat dan melewatkannya. Sablengnya, malah Bokir melanjutkan percakapan dengan Maimunah.

“Mau ke mana Mai? Eh, ngga apa-apa nih manggil Mai langsung, jadi sok akrab  nih?” seloroh Bokir. Melihat kesalahtingkahan pria badung itu, Maimunah cuma mesem-mesem.

“Ga apa-apa, panggil Mai aja, udah keseringan dipanggil mbak kalo di rumah juragan,” jawab Maimunah yang disambut muka sumringah Bokir.

Dalam hati Bokir sedang menjerit kencang saking senangnya. Bokir berpikir kalau memang standar Luna ketinggian, setidaknya Maimunah dapat digapai Bokir. Selain itu Bokir punya kans lebih besar mendapatkan Maimunah karena semenjak tadi Maimunah menatap dengan ekspresi gemas.

“Tiap hari ke pasar jam segini?” lanjut Bokir penasaran.

“Ya iya dong mas. Kalau ngga, mau makan apa juragan. Mana juragan rewel banget, sukanya gonta-ganti menu mulai Indonesian Food sampe Italian Food,” jawab Mai panjang lebar. Mendengar jawaban Mai, Bokir cuma manggut-manggut kegirangan.

“Wah, udah cantik, telaten, bakatnya koki internasional lagi. Gusti, Gusti, rahmat-Mu di balik musibah motor butut memang luar biasa,” jerit Bokir dalam hati. Belum selesai menikmati rahmat yang Kuasa, angkot diberhentikan oleh Mai. Bak peramal, Mai turun sambil menyadarkan Bokir dari kekhilafannya.

“Waktunya sekolah ya sekolah dong bang Bokir. Udah lewat jauh dari sini tuh sekolahnya. Saya pamit dulu ya, daaaahhh.....” sindir Mai melemparkan senyuman sambil melambaikan tangan ke Bokir. Bokir membalas lambaian Mai yang mulai dijauhi oleh angkot.

Penyesalan selalu datang di akhir. Bokir ternyata lupa kalau hari ini ada tes Geografi. Dengan penuh sesal dan takut, Bokir minta ke sopir angkot untuk kembali ke sekolahnya.

“Bang, bi...bi..bisa balik dikit ga bang ke sekolah yang...,” belum tuntas Bokir menyelesaikan permintaannya, sang sopir mulai menaikkan dua lengan bajunya.

“Beneran ga punya cita-cita lu ya?” kata sang sopir dengan nada geram.

Alhasil Bokir berhenti di tempat yang berada beberapa kilo dari sekolahnya .

***

Dari ruang tamu Bokir, mendadak Emak Bokir membawa kabar gembira. Sambil berjalan dengan gaya khas ondel-ondel Betawi, Emak Bokir memanggil Bokir dengan suara yang parau.

“Kiiirrr, sini lu. Emak di mari mau kasih lu sesuatu,” teriak Emak Bokir. Oddie yang sedang nemenin Bokir di kamarnya ikutan mendorong Bokir untuk segera ke ruang tamu.

“Tuh, Emak lu mau kasih sesuatu. Udah kayak Syahrini aja Emak lu,” ledek Oddie. Sambil Bokir berdiri dan mengusap kepala Oddie lantaran Emaknya disama-samain ama Syahrini, Bokir berjalan lunglai menuju ruang tamu.

“Apaan mak?” tanya Bokir singkat.

“Yaelah, yang manis dikit napa ama Emak lu. Sono gih lu pesen motor kesenengan lu. Paman lu di Banyuwangi ngirimin amplop jutaan buat lu beli motor,” jelas Emak sambil menyodorkan amplop berisi kisaran 12 juta Rupiah. Mendadak Bokir bergaya ala Mario Teguh, mengeluarkan kata-kata bijak yang tidak disangka dan tidak dinyana si Emak.

“Surga di telapak kaki ibu. Pemberontakan dan pemerasan akan materi orang tua adalah perbuatan paling keji di dunia. Maka dari itu, Emak boleh simpen, ambil, pakai uang itu. Bokir cukup naik angkot,” ujar Bokir. Tiba-tiba Emak Bokir ingin mengucapkan kata-kata namun Bokir keburu menutup bibir Emaknya dengan jari telunjuknya bak adegan Cinta dan Rangga.

“Jangan ucapkan apa-apa Emak, percaya pada Bokir,” tukas Bokir.
Melihat kelakuan anaknya itu, Emak Bokir girang bukan kepalang. Bokir dipeluk habis-habisan dan pipinya tidak luput dari kecupan Emaknya. Oddie yang mengintip dari kamar dan sempat mendengar cerita Bokir tentang Maimunah cuma bisa geleng-geleng dan tertawa kecil.

“Emang gila lu Kir kalo udah jatuh cinta,” ujar Oddie dari dalam kamar Bokir.

***

Selama beberapa hari Bokir benar-benar mengubah gaya hidupnya bak Pegawai Negeri Sipil yang baru dapat Tunjangan Hari Raya. Semangat bergelora, bangun pagi, dan mendapati angkot di jam yang sama setiap harinya. Entah bisa dikatakan jodoh atau tidak, hampir setiap hari Bokir dan Maimunah bertemu di angkot.

Pembicaraan makin akrab, bahkan mereka sudah sempat bertukar nomor handphone. Meskipun pulsa Bokir tidak pernah penuh, tetapi demi Maimunah, Bokir rela beli pulsa yang mahalan dikit. Setiap di rumah Bokir sering senyum-senyum sendiri. Bahkan, dia jadi semakin baik dengan Emaknya. Tak pelak, perbuatan anomali Bokir itu mengundang keheranan si Emak. Sore hari waktu sedang bersantai berdua di ruang keluarga, Emak Bokir menanyakan perubahan ekstrim yang dialami putra satu-satunya itu.

“Kir, lu kagak napa-napa kan? Sejak motor lu rungsep terus sering naik angkot, lu jadi bahagia banget. Emang lu dapet apaan dari angkot?” tanya Emak sambil dipijitin Bokir.

“Bokir? Emak kali yang dapet. Dapet calon mantu,” ujar Bokir kepedean. Emaknya yang mendengar kata-kata Bokir kontan menendang Bokir yang lagi berada tepat di depan kaki si Emak.

“Serius lu Kir???” tanya Emak kegirangan tanpa sadar anaknya sudah terjatuh dari tempat duduk rotan tersebut.

“Waduh mak, pencak silat 20 tahun lalu kagak usah dikeluarin napa? Sakit bener. Yaaa... belum sampe jadian sih mak, cuma dianya ama Bokir udah sering jalan bareng gitu,” jelas Bokir.

Melihat anaknya yang sudah mulai di ambang laku, Emak Bokir mulai sering menanyakan Mai. Bahkan, Emak ngebet banget minta Bokir bawa Mai ke rumahnya. Meskipun susah, akhirnya Mai mau diajak Bokir untuk main-main ke rumahnya.

“Ya deh bang Bokir, sekali-sekali. Kayaknya Emak bang Bokir baik,” jawab Mai saat ditanya Bokir di angkot pagi itu.

“Nanti abang antar-jemput ya pake sepeda (pinjeman) abang?” tawar Bokir.

“Ngga usah bang, nanti Mai dateng aja langsung ke rumah bang Bokir. Sampe ketemu nanti malem ya bang,” pamit Mai memutus pembicaraan saat Bokir turun persis di depan sekolahnya.

***

Jam 18.00 WIB Bokir sudah berdandan ala Elvis Presley. Emak Bokir tidak kalah heboh, bak mengikuti kontes kecantikan se-kecamatan, Emak bokir berdandan total. Berbagai makanan dan jajan tradisional sudah disiapkan oleh Emak dan Bokir. Setelah semua setting “lamaran” dipersiapkan, tiba-tiba dari luar terdengar suara salam khas wanita muslimah teladan.

“Assalamualaikum....” suara lembut nan syahdu itu membius telinga Emak Bokir.

“Tuh, tuh, calon bini lu dateng,” kata Emak sambil mendorong Bokir untuk keluar menyambut Mai.

Tidak lama setelah pintu dibuka, Bokir dikejutkan oleh penampilan yang di luar dugaannya. Maimunah begitu tampak mempesona dengan dandanannya yang sangat sederhana. Tidak banyak riasan dalam tubuhnya. Kebersahajaan dan keanggunan yang membalut fisiknya malam itu.

Bokir jadi salah tingkah sendiri dan tidak tahu harus memulai pembicaraan dari mana lantaran banyak yang ingin diungkapkan saat itu. Mai yang cantik, pergi dengan siapa, naik apa, boleh pulang sampai jam berapa, bercampur aduk dalam benak Bokir.

Tidak pakai lama, Bokir mengajak Mai masuk ke ruang makan yang sudah diisi oleh Emak Bokir. Sama halnya dengan Bokir, Emak begitu terpesona melihat kecantikan Mai. Tanpa basa-basi terlebih dahulu dengan Mai, Emak menarik Bokir ke kamar Emak.

“Lu kagak boleh main dukun ya!! Emak kan udah bilang sejak lu SD, kagak ada istilah cinta ditolak dukun bertindak, Emak kecewa ama lu,” bentak Emak Bokir sambil berbisik di telinga Bokir.

“Mak! Ini halal! Udah ah, malu-maluin aja tingkah kita, buruan kita keluar, kesian Mai sendirian,” bantah Bokir sambil menyeret Emaknya keluar.

Melihat tingkah anak dan ibu itu Mai tertawa kecil dan mulai mengakrabkan diri. Tidak butuh waktu lama untuk bergaul dengan Mai. Emak Bokir langsung match dengan topik Mai. Memang kehidupan Mai begitu sederhana dan soleha. Bisa dikatakan dirinya adalah calon menantu yang komplet. Di sela-sela pembicaraan dan topik yang asik, tiba-tiba Emak Bokir menginterogasi Mai.

“Menurut dek Mai, Bokir itu laki yang gimana sih?” tanya Emak yang mendapat bonus pelototan mata anaknya.

“Hmmm...Siapa yang kelak menjadi istri bang Bokir bakal jadi wanita paling ceria di dunia ini,” jawab Mai bijak. Mendengar jawaban itu, Emak Bokir bak mendapat durian runtuh.

“Naaahhhh, kalau gitu......”

*GLODAKKKKKK*

belum selesai Emak Bokir bicara, Bokir menjatuhkan dirinya dari kursi untuk memutus pembicaraan Emak.

“Ya ampun Kirr, ati-ati dikit napa, malu kan dilihat Mai,” tegur Emak yang menyalahkan “kecerobohan” Bokir.

Setelah beberapa jam bercanda bersama di ruang makan dan ruang keluarga, Mai harus segera pamit pulang. Emak Bokir seperti tidak ingin melepas kepergian calon menantu idamannya itu. Berkali-kali Emak Bokir selalu minta Mai sering-sering main ke rumah Bokir. Saat mengantar Mai ke luar pintu terdapat sesosok pria bertubuh tegap yang menunggu menggunakan motor.

“Terima kasih jamuannya. Semoga persahabatan kita ga akan pernah putus ya bang Bokir. Emak terima kasih banyak. Kasihan tunangan saya udah nunggu lama. Terima kasih, Wa’alaikumsalam...” tutur Mai sambil menghampiri tunangannya.

Bokir dan Emaknya tersenyum kecut sambil melambaikan tangan ke Maimunah dan tunangannya. Setelah Mai dan tunangannya pergi menjauh, Bokir saling menatap dengan Emaknya. Hening beberapa detik. Emaknya masuk ke dalam rumah diikuti oleh rengekan Bokir.

“EMAAAKKKKK, BELIIIIINNN MOTORRRRR........”

“KAGAKKKK!!”

“EMAAAKKK!!!”

“UANGNYA UDAH EMAK PAKE BUAT MAEN SAHAM!!”

“MAAAAKKKK!!!”


bersambung...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar