Minggu, 09 Oktober 2011

Pengganti Papi (Chapter 10)

pic. by : Johansen Halim

Kalau memang alarm handphone Oddie yang tidak mampu membangunkan kemalasannya, hanya ada satu alat yang mampu membuat Oddie terbangun. Apa lagi kalau bukan mixer mami tercinta. Bunyi mixer yang kurang lebih hampir sama dengan suara bor bangunan itu selalu bisa mengusik tidur Oddie dari tidurnya.

Entah bisa dikatakan bersyukur atau tidak, belakangan ini Mami Oddie sering sekali bangun pagi-pagi buta untuk membuat jajanan dan kue basah. Sudah hampir satu minggu ini pesenan Mami Oddie laris manis. Tentu Oddie ikut senang karena maminya jadi royal banget untuk mengeluarkan kocek dari dompetnya. Uang jajan Oddie dan Mimipun ikutan naik. Tapi di sisi lain, Oddie seperti ”dipaksa” untuk bangun lebih awal karena suara mixer itu.

Pagi itu Oddie yang sudah mulai terbiasa bangun pagi karena “alarm” itu menghampiri maminya.

“Pagi mam, pesenan lagi?” tanya Oddie sambil mengucek-ucek matanya yang masih setengah lengket itu.

Maminya yang masih terlalu sibuk cuma menjawab singkat agar konsentrasinya saat meramu kue tetap terjaga.

“Iya, jam 8 mesti mami anter lagi ke PT. Agung Jaya,” jawab maminya sambil mengangkat dandang berisi roti kukus itu.

Masih merasa setengah sadar, Oddie minum beberapa gelas air putih sambil menemani maminya yang sibuk dengan perangkat pembuat kuenya. Oddie cuma melihat maminya mondar-mandir bak setrikaan panas tanpa berbicara sepatah katapun. Melihat anaknya hanya membuang-buang waktu untuk lamunannya, mami minta Oddie segera beranjak dari kegiatan tak bertujuan itu.

“Kamu cepet gih mandi, bentar lagi mami yang mau mandi, musti anterin ini kue. Mimi udah mandi, lagi nungguin kamu di kamarnya. Mami udah tuangin air panas di bak mandi kamu,” jelas mami panjang lebar sambil masih sibuk dengan kue-kuenya.

Dasar Oddie yang iseng dan cinta banget sama maminya, dia berlari menyambar handuk dan mencium pipi maminya.

“Thank u mi, Oddie sayang banget ama mami,” ucap Oddie setelah mencium pipi maminya.

Maminya tersenyum dan memukul  lengan Oddie dengan penuh canda. Melihat Oddie masuk ke kamar mandi sambil bersiul fals, maminya terdiam sejenak dan mengingat-ingat betapa keluarganya bahagia ketika papi Oddie masih ada.

Sebelum kecelakaan pesawat itu menimpa papi Oddie, mereka sekeluarga begitu bahagia menghadapi hari-hari dalam rumah itu. Meskipun kini Oddie dan Mimi sudah melupakan trauma itu dan mulai belajar ikhlas, sesekali masih terbesit di pikiran mami Oddie tentang almarhum suaminya.

Alm.Gunarto Laksmono, papi Oddie yang meninggal karena mengalami kecelakaan pesawat. Kejadiannya sepuluh tahun silam ketika Oddie dan Mimi masih anak-anak. Setiap pagi bibir papi Oddie selalu mendarat di kening tiga anggota keluarganya. Namun, sejak tiada, tampaknya reinkarnasi kebiasaan papi Oddie itu menurun pada Oddie.

“Kak Oddieee!! Mimi telat nih ntar! Buruaaannn!! Mimi matiin nih lampunya...” teriak Mimi mengancam Oddie yang memecah lamunan maminya. Melihat tingkah kedua anaknya itu mami Oddie tidak lagi merasa sendiri.

Saat mulai bersiap-siap berangkat, Oddie dan Mimi sedikit merasa heran melihat maminya yang lagi dandan bak finalis Putri Indonesia. Melihat maminya yang berdandan terlalu wah untuk ukuran pagi hari, sedikit menggelitik bibir Oddie untuk nyeletuk.

“Mi, ada yang kondangan pagi-pagi? Kok pake sanggul segala?” tanya Oddie sebelum mendapati motor yang sadelnya mulai dipukul-pukul Mimi.

“Eeehhh, mami cuma mau anterin pesenan aja kok. Udah, itu adik kamu udah hampir telat, cepet berangkat,” nasihat mami Oddie sembari mencium pipi anak sulungnya itu.

Oddie merasa ada sesuatu yang berbeda dari si mami. Tidak biasanya mami pakai sanggul waktu mengirim pesanan. Boro-boro sanggul, kalau lagi ekstrim kadang ngirim pesanannya juga pake daster ditambah rol rambut yang masih melintang. Benar-benar apa adanya. Tapi sekarang mami tampil seperti ada apa-apanya.

***

Selama perjalanan di motor, omelan Mimi bak alunan backsound di tengah-tengah lamunan Oddie. Mimi Carey yang ngomelnya sudah mencapai 6 oktaf nampaknya tidak mampu menarik perhatian Oddie. Justru Oddie mengalihkan nyanyian Mimi menjadi resepsionis hotel yang penuh dengan informasi.

“Mi, tadi liat mami pake sanggul kan? Dandan rapi, cantiiikkk banget kayak mau kondangan. Pesenannya juga belakangan kenceng banget. Ga curiga Mi?” tanya Oddie memecah konsentrasi omelan Mimi.

“Sempet sih tadi liat. Tapi jangan salah kak, itu mah udah kesekian kalinya. Beberapa kali aku nanya ke Mami pesenannya ke mana, jawabannya PT. Agung Jayaaaaa mulu,” tutur Mimi.

“Terus-terus? Mami ngomong apa lagi?” tanya Oddie makin antusias.

“Hmmm... Ya ngga ngomong apa-apa lagi sih. Cuma sempet nyeletuk bilang kalo bossnya baik banget. Denger-denger waktu tadi nungguin Kak Oddie mandi, mami bilang mau keluar sebentar nanti siang, soalnya musti anterin lunch ke......” ujar Mimi.

“PT Agung Jaya!” celetuk Oddie memutus omongan Mimi.

“Ya gitu deh kak. Ehhh... stop stop stop stop, turun di sini aja bang,” seru Mimi kayak lagi berhentiin angkot.

Sampai tiba di sekolah Mimi, Oddie menurunkan adik tercintanya tepat di depan pintu gerbang sekolah yang sudah ditutup satu. Tandanya Mimi hampir terlambat beberapa menit lagi. Tanpa mengucapkan terima kasih, Mimi turun dari motor Oddie dan berlari masuk ke dalam gedung sekolah. Baru setengah tubuh masuk ke dalam gerbang, Oddie berteriak memanggil si adik.

“Mi! Nanti kakak jemput ya. Jangan pulang dulu. Jam 12 siang kakak jemput di sini nanti,” ujar Oddie sambil melemparkan senyum termanis ke adiknya. Mimi cuma mengiyakan ajakan kakaknya itu dengan menunjukkan jempolnya tanda setuju.

***

Jam 12.00 WIB tepat Oddie menunggu Mimi di seberang gerbang pintu sekolah Mimi. Memang hari itu Mimi dan Oddie pulang lebih cepat karena hari Sabtu seperti biasa kegiatan belajar hanya setengah hari. Oddie sudah membawakan oleh-oleh buat Mimi untuk nyemil di jalan. Sebungkus gorengan bakso yang dibungkus dalam plastik dan minuman sari kedelai yang dingin untuk pelepas dahaga. Dua sesajen itu cukup membuat Mimi tersenyum puas.

Selama di perjalanan, Mimi sibuk dengan gorengan bakso dan minuman sari delenya. Sampai-sampai dia tidak sadar kalau tujuan Oddie tidak ke rumah, tetapi ke sebuah perusahaan dengan gedung bertingkat puluhan lantai. Kontan Mimi keherananan dan bertanya pada Oddie apa tujuan mereka ke tempat yang tidak mereka kenal itu.

“Ini perusahaan tempat mami sering ngirim belakangan, PT Agung Jaya. Kita nungguin di sini aja biar ga kelihatan orang,” kata Oddie.

“Kok Kak Oddie yakin di sini? Dari mas Ujang ya?” tanya Mimi heran.

“Ya sapa lagi, yang sering nganterin ke sini naik Taxi kan mas Ujang, tetangga sebelah,” jawab Oddie sembari sibuk memerhatikan ruang dalam kantor dari jauh.

Ya, Oddie dan Mimi memata-matai sang Mami yang belakangan bertindak cukup aneh semenjak sering mengirimkan pesanan ke PT Agung Jaya. Sudah mendekati jam makan siang, pk 12.45 WIB Oddie dan Mimi jadi sering melototin entrance gedung itu. Jangan sampai kelewatan melihat si Mami masuk ke dalam gedung itu.

Jam sudah menunjukkan pk 13.15 WIB, tapi mami tak kunjung muncul dari pandangan mereka. Sampai akhirnya muncul sesosok pria tinggi blasteran, tinggi, putih, tampan, atletis, berambut hitam, tapi tampak sedikit berumur. Sekilas Oddie tidak terlalu terpikat oleh kemunculan pria itu, dan memang tidak seharusnya Oddie terpikat.

Berbeda dengan Mimi yang tadinya duduk di jok motor, jadi duduk selonjoran di sebelah knalpot motor Oddie setelah melihat pria blasteran itu.

“Kak Oddie, apa Mimi sudah ada di Nirwana? Malaikat yang barusan ganteng bangeeeetttt.....” tutur Mimi dengan tatapan kosong.

Oddie yang coba ingin menyadarkan justru terkena ledekan si adik.

“Yaaaahhhh... balik lagi deh ke bumi,” sindir Mimi setelah melihat wajah Oddie.

Oddie yang mendengar ledekan adiknya tidak bisa menyiksa di depan umum, hanya sekedar mengacak-acak rambut Mimi. Tidak lama, gurauan dua bersaudara itu berakhir setelah melihat pria blasteran itu menggandeng seorang wanita yang familiar di mata mereka. Sangat familiar. Bahkan, teramat sangat familiar.

“Kak Oddie!! Itu Mami!!” teriak Mimi.


bersambung...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar