Kamis, 13 Oktober 2011

10 Oktober (Chapter 12)

pic. by : Johansen Halim
Peninggalan Mr.Robert untuk Oddie dan Mimi sebelum kembali ke Inggris benar-benar menakjubkan. Begitu menerima BlackBerry, Oddie dan Mimi jadi makin sibuk dengan mainan barunya itu. Bahkan, Oddie yang biasanya ngga terlalu ngikutin arus informasi di luar kini jadi orang paling update di SMA Pahlawan Bangsa. Mulai berita Steve Job sampai Ayu Ting-Ting Oddie paham.

 Siang itu saat pulang sekolah, Oddie, Ruben, Bokir, Gori, dan Septian nongkrong lagi di tepi lapangan basket sekolah. Cuma sekarang sedikit berbeda, biasanya Oddie selalu balapan ngomong dengan Bokir, kini Bokir menang telak. Oddie cuma ikutan senyum tawar waktu Bokir menceritakan kisah kucingnya yang ekornya kesangkut di antena rumahnya.

“Emm...emang tadi gue cerita apaan Od kok lu ikutan ketiwi gitu?” sindir Bokir yang sedari tadi memperhatikan tingkah laku Oddie.

“Ya itu, kucing lu kan?” sahut Oddie masih sibuk dengan BlackBerrynya.

“Kenapa kucingnya Bokir?” tanya Septian dengan nada pura-pura tidak tahu.

“Eeeeee...Kena antraks kali,” jawab Oddie sambil mesem-mesem merasa bersalah karena ngga menyimak cerita Bokir.

“BlackBerry lu tuh kena panu. Taruh bentar napa Od, lagi asik kumpul masa lu cuma nimbrung mesem. Gori aja ga begitu-begitu banget ama BlackBerrynya,” sanggah Bokir yang kemudian dipatuhin Oddie.

Bokir, Septian dan Ruben jadi sedikit jengah dengan kebiasaan baru Oddie. Tidak hanya kejadian tadi yang membuat sohib-sohib Oddie kesal. Oddie hampir tidak bisa lepas dari BlackBerry barunya itu. Alasan Oddie selalu mengatakan sedang kontak dengan Mr.Robert. Bisa dibilang sejak memegang BlackBerry barunya itu sense of humor Oddie jadi berkurang. Malah lebih mirip pusat info. Di mana-mana update info, update status.

Sebelumnya memang Gori sudah mengatakan pada Oddie kalau BlackBerry bisa jadi ancaman kalau tidak digunakan dengan bijak. Ancaman malas belajar, malas berinteraksi dengan orang, sampai malas makan lantaran uang jajannya dipakai buat beli pulsa.

Satu yang pasti, sejak kehadiran BlackBerry di tangan Oddie, ketiga sahabatnya yang cuma memakai handphone ala kadarnya itu seperti tidak lagi menjadi perhatian Oddie. Sampai akhirnya Bokir, Ruben, Septian memutuskan untuk tidak menghiraukan Oddie sampai benar-benar sadar. Gori yang punya BlackBerry ditugaskan untuk menjadi pelarian Oddie karena jangan sampai Oddie minum Baygon setelah “ditinggal” ketiga sohibnya itu.

“Pokoknya kalau sampai dia masih kagak hirauin kita, kebangetan itu Oddie ama BlackBerry,” seloroh Bokir mendapat persetujuan dari Ruben, Gori, dan Septian.

***

Ternyata memang benar apa yang diucapkan Bokir, Oddie bahkan jadi lebih lemot dari BlackBerrynya kalau diajak ngomong. Kalau sohibnya ngga sampai mengulangi omongannya dua kali rasanya belum cukup buat Oddie. Sampai akhirnya rencana itu dijalankan, Bokir, Septian, dan Ruben mencari celah untuk mengambil kesempatan “ngambek”nya.

Pulang sekolah waktunya untuk berkumpul di tepi lapangan basket, Bokir membahas topik yang seru. Kali ini tentang masa kecil Bokir yang pernah ikut lomba minum air putih sebanyak-banyaknya untuk mendapatkan kotak pensil Hello Kitty. Oddie seperti biasa, sibuk dengan dunianya. Sontak, keempat sohibnya dari yang heboh ha ha hi hi mendadak diam dan tidak ada yang berbicara.

“Kir, Kir, tadi lu cerita apa? Kok mendadak silent? Menangin kotak pensil kero-kero pi ya?” tanya Oddie sambil masih mencat-mencet BlackBerrynya.

“Tauk ah, tanya aja ama san-san wa-wa, pulang yuk, kayaknya udah pada punya kesibukan sendiri-sendiri kan?” ujar Bokir yang kemudian beranjak dari tempat duduknya.

Bokir, Septian, Ruben dan Gori tanpa pamit tanpa permisi langsung mengemasi barang-barangnya lalu meninggalkan Oddie.

“Lho Kir, Sep, Ben, Gor, pada ke mana? Sorry, ikutan dong,” teriak Oddie dengan berlari ke arah keempat sohibnya itu.

Bingung juga si Oddie karena keempat sohibnya berpencar ke tempat masing-masing. Mau ikutan juga tinggal pilih mau ikut siapa. Oddie dibuat bingung. Mau ngikutin Bokir ke rumahnya, ato Gori ke gym, Septian ke tempat latihan ngeband, atau Ruben ke sasana pelatihan teater.

Yang jelas saat itu Oddie jadi merasa bersalah karena tidak menghiraukan sohib-sohibnya. Keempat sohibnya tidak pernah bertindak seperti itu sebelumnya. Nasi sudah menjadi bubur sum-sum. Oddie harus berbuat sesuatu supaya Bokir, Gori, Septian, dan Ruben tidak kesel lagi dengan tabiat baru Oddie itu.

***

Panorama Wajah, Sasana Pelatihan Teather, pk 14.00 WIB

Bangunan itu tidak terlalu besar. Mungkin lebarnya hanya berkisar 5 meter. Cat temboknya tampak sedikit mengelupas dengan atap yang sudah mulai menghitam karena digilir hujan dan panas. Hanya sedikit sedap dipandang saat mulai masuk ke pekarangannya karena banyak ditemui bunga-bunga yang indah. Meskipun terlihat kuno, bangunan itu tampak kokoh.

Oddie mulai menyusuri halaman pekarangan itu dan akhirnya sampai di bibir pintu. Suara Ruben terdengar jelas meskipun Oddie belum masuk ke dalam aula teather milik ayahnya itu. Dialog Ruben yang melankolis dan mendayu-dayu itu membuat Oddie tidak enak untuk langsung masuk ke dalam. Hanya separuh kepala Oddie yang berani untuk melihat situasi di dalam. Begitu takjub Oddie melihat kawannya yang satu itu, berdialog dengan 9 orang siswa, seolah-olah dia adalah sutradaranya.

Setelah beberapa saat melongokkan kepalanya, Oddie perlahan-lahan mulai masuk dan menempati salah satu bangku penonton teather paling belakang. Menunggu Ruben cukup lama, sesekali Oddie ingin banget keluarin BlackBerry dari kantongnya. Sontak, dia teringat kejadian tadi dan memasukkan kembali BlackBerrynya.
Saat mulai rehat, Oddie beranjak dari kursi dan melambaikan tangan ke arah Ruben. Ruben menghampiri dengan menenteng sebuah naskah yang lebih tebal dari modul bimbingan belajar matematika mereka. Entah kenapa, Oddie jadi salah tingkah dengan sahabatnya itu. Mungkin karena kesalahannya itu. Dengan sedikit tergagap, Oddie basa-basi.

“Hai Ben, hehehe. Keren tadi. Lu ngga coba casting Harry Potter 8? Hehehe,” canda Oddie berusaha mencairkan suasana.

“Udah tau salah lu di mana?” ujar Ruben dengan nada yang cukup ketus.

“Iya, gue tau. Maapin ya. Gue ga maksud cuekin kalian. Maap ye ben. Gue emang salah. Punya barang baru bagusan dikit udah cuekin kalian,” ujar Oddie pasrah.

Dalam benak Oddie, Ruben adalah orang paling sabar yang pernah dia temui. Jarang sekali Ruben mengutarakan kekesalannya. Tetapi hari itu Ruben seperti tidak mendengar omongan Oddie. Justru Ruben kembali ke arah panggung dan memanggil seluruh kawannya untuk berlatih kembali.

“Guys, kumpul yuk! Sekarang kita mulai dari scene.........”

Suara Ruben terdengar sayup-sayup di telinga Oddie. Dia tidak habis pikir bahwa Ruben akan bersikap seperti itu. Ingin rasanya Oddie update status dengan emote sedih, nangis, guling-guling, tapi Oddie ingat bagaimana BlackBerry itu membuat dia dan sohibnya menjadi renggang. BlackBerry itu disakukan lagi.
Oddie berjalan layu bak game Plant VS Zombie menjauhi kursi penonton dan mulai mendekati entrance gedung teather. Ingin rasanya dia memakan otaknya sendiri yang tidak berpikir jernih sebelumnya.

“Mungkin Septian bisa nenangin gue, moga-moga dia ngga ikutan marah,” gumam Oddie dalam hati sambil menyalakan motornya.

***

Studio Melodika, pk 15.30 WIB

“Buset, lagu apa ini?? Studio Band ato depan gedung DPR nih, berisik banget,” gumam Oddie saat mulai memasuki ruang depan studio yang disewa Septian dan teman-teman bandnya.

Bayangkan, belum masuk ke studio rekaman, dari luar Oddie sudah bisa mendengar gebukan drum, petikan gitar, betotan bass, pencetan keyboard, dan teriakan suara vokalisnya, yaitu Septian sendiri. Lagu rock yang sedang dilatih oleh Septian dan bandnya adalah lagu yang akan dipakai mereka untuk lomba band indie tingkat Nasional.

“Gila, kalo nyanyinya model gitu, mungkin ga ya Septian bisa nenangin gue?” gumam Oddie sambil ngedengerin Septian nyanyi bagian bridge lagu Linkin Park, Numb.

Pelan-pelan Oddie mulai masuk ke jalan menuju studio yang berhadapan dengan ruangan mirip aquarium raksasa. Kontan Septian yang berada di dalam kaget melihat Oddie yang tiba-tiba muncul dari luar. Jelas terlihat dari kaca bening raksasa itu. Entah sengaja atau improvisasi, teriakan Septian jadi makin nge-grunk dan powerfull setelah melihat kehadiran Oddie.

Setelah tenggorokan Septian benar-benar Numb, Septian menyambut Oddie dengan suara parau tanpa mengeluarkan seluruh tubuhnya di luar studio.

“Ngapain ke sini? Lu mau main sasando?” tutur Septian ketus.

“Tadi gue dari tempat Ruben. Sekarang gue bole ganggu lu bentar kan? Hehehe..  Sep, sorry ya belakangan ini gue jadi jauh dari kalian, lu masih mau kan sohiban ama gue? Gue tau kok salah gue di mana,” tanya Oddie polos.

“Gitu doang? Gue kira lu nawarin kontrak rekaman buat Band gue. Gue latihan dulu ya,” jawab Septian dengan nada santai dan kembali memegang gitarnya.
Oddie benar-benar pengen masuk ke studio itu dan berteriak sekencang-kencangnya. Ternyata Septian juga berpikiran sama kalau Oddie sudah berubah sejak BlackBerry itu menghampiri kehidupan Oddie.

Sesekali Oddie pengen lihat BlackBerrynya, tetapi jadi tidak bersemangat karena teringat teman-temannya yang perlahan-lahan mulai tereksodus. Berjalan dengan gontai keluar dari Studio Melodika, akhirnya Oddie melanjutkan ke rumah sohib utamanya, Bokir. Mungkin Bokir bisa berpikir lebih jernih.

***

Rumah Bokir, Gang Senggol, pk 16.45 WIB

Sudah seperti rumah sendiri, Oddie tanpa malu langsung masuk menuju ruangan Bokir. Tepat berada di depan pintu kamar Bokir, Oddie mengetuk sambil memanggil dengan mesra.

“Bokir Di Caprio, boleh masuk ngga?” panggil Oddie sambil mengetuk pintu dengan seirama.

Tidak mendengar jawaban setelah beberapa saat, Oddie memilih untuk duduk di ruang tamu Bokir. Oddie mengira bahwa Bokir di dalam lagi ngambek dan ngga mau membukakan pintunya buat Oddie. Hampir setengah jam lebih Oddie menunggu Bokir keluar dari kamarnya, sampai beberapa kali Oddie mengetuk pintu Bokir dan berceloteh merayu.

“Kir, maafin gue. Gue janji ga bakal ngacuhin kalian lagi. Gue tau BlackBerry bisa mengalihkan perhatian gue dan bikin pertemanan kita jadi ngga asik. Dengan kondisi sekarang gue sadar kalau BlackBerry itu bukan segalanya buat gue. Persahabtan kita yang terpenting di hidup gue. Jadi tolong Kir maafin gue. Kirr, lu ngambek apa tidur sih Kir? Masa kudu gue dobrak kayak di pilem-pilem??” oceh Oddie yang sudah mulai tidak sabar itu.

Hanya berselang beberapa detik, Emak Bokir muncul dari kamarnya dan terkejut dengan kehadiran Oddie.

“Ya ampun nak Oddie, Bokirnya lagi ngga ada di rumah. Lagi keluar ama dek Gori, katanya sih mau diajakin main bilyard di rumah nak Gori, tumben kagak ikut?” ujar Emak Bokir.

“Ooo...gitu ya mak. Udah dari tadi ya mak? Ya udah, makasih ya mak. Oddie pamit dulu,” ujar Oddie dengan lemas sambil ngacir dari tempatnya berdiri.

Sekali lagi, Oddie berjalan tanpa semangat. Semua sohibnya menghindari dia, hanya tinggal Gori yang belum dikunjunginya. Tetapi melihat reaksi ketiga temannya itu, Oddie jadi optimis kalau tindakan Gori kurang lebih akan sama dengan ketiga sohibnya itu.

Karena hari sudah mulai menjelang petang, Oddie kembali ke rumahnya dengan menggunakan motor butut kesayangannya itu. Tanpa terasa bahwa seharian itu Oddie tidak memegang BlackBerrynya. Tidak tahu apa isi pesan yang tertinggal selama dia menghampiri sohib-sohibnya.

Setelah Oddie menyalakan mesin dan mulai menjauhi rumah Bokir, sesosok bibir tebal dan pipi tembem muncul dari dalam jendela kamar Bokir. Ya, sang empunya bagian tubuh itu adalah Bokir yang sedari tadi berada di dalam kamar itu.

***

Oddie tiba di rumahnya dan tanpa berhenti di meja makan dia langsung masuk ke kamarnya. Tanpa mengganti seragam dan melepas atributnya, Oddie merebahkan tubuhnya. Lampu merah berkedip di sudut kanan atas BlackBerry Oddie. Dengan sedikit lunglai Oddie membuka pesan yang masuk di BlackBerry Messengernya. Berkirim pesan dengan Mr.Robert tampak sedikit melegakan Oddie.

Entah Mr.Robert itu ternyata lulusan Cenayang University atau Ki joko Bodo International College, tiba-tiba di akhir chatting, Mr.Robert memberikan pesan sesuai dengan apa yang dialami Oddie sekarang.

Mr.Robert

Oddie, aku mau kamu jangan terlalu sering bermain BlackBerry. Ingat belajar, ingat mami, ingat Mimi, dan ingat sahabat-sahabat kamu. Don’t waste your time with your own world, especially with your BlackBerry. Okay? God Bless You.  

Oddie
Yes, Sir! I promise :)

Singkat, padat, namun pesan itu seperti teguran keras bagi Oddie. Setelah itu Oddie memutuskan untuk beranjak dari kamarnya dan segera menyusul ke rumah Gori untuk menemui Bokir dan Gori.

***

Rumah Gori, pk 19.00 WIB

Rumah Gori tidak terlalu ramai seperti biasanya. Namun, ada sesuatu yang berbeda ketika Oddie mulai masuk ke dalam rumah Gori. Banyak makanan yang tersedia di meja makan Gori. Oddie jadi salah tingkah karena takut di rumah Gori akan ada acara. Oddie menunggu di ruang tamu dan mencoba untuk menghubungi Gori. Meskipun telah dibaca isi pesan Oddie, tetapi tidak ada balasan sedikitpun dari Gori.

Tiba-tiba keempat sohib Oddie muncul dengan menuruni tangga berbentuk spiral milik Gori. Mereka berempat tertawa bersama dan menghampiri Oddie. Dengan membawa 5 gelas berisi Cola, mereka menyeret Oddie ke meja makan dan berkumpul di meja makan.

“Perlu kita ingat dan kita rayakan. Hari ini kita tetapkan sebagai hari resminya persahabatan kita untuk selama-lamanya,” ujar Septian.

“Kelak sampai kita berpisah untuk mengejar cita-cita kita masing-masing, kita tidak akan melupakan hari ini, tanggal 10 Oktober adalah hari persahabatan kita,” imbuh Ruben.

“Sorry ya Od, kami ga bermaksud ngejebak lu. Jujur kami sempet kecewa dengan sikap lu sejak punya BlackBerry. Tapi lu sportif dan kami bangga punya sahabat kayak lu,” tutur Bokir.

“Terlepas dari kasus BlackBerry ini, gue juga minta maaf buat kesalahan yang mungkin pernah gue buat ke kalian. Kalian yang terbaik dan gue janji akan selalu ngejaga persahabatan ini,” ujar Oddie sambil merangkul bahu Bokir dan Ruben.

Mereka tertawa bersama. Bergembira dan bercanda seperti biasanya sambil menyantap hidangan yang disediakan Gori. Dengan diiringi permainan gitar Septian, mereka menyanyikan bersama lagu "Ingatlah Hari Ini" milik Project Pop di kolam renang milik Gori. Namun, di balik tawa mereka, Gori seperti menyembunyikan sesuatu. Tidak sadar ada air mata yang keluar dari mata Gori di tengah-tengah canda tawa para sahabatnya.
 
bersambung...

PS : Cerita ini didedikasikan untuk semua pengguna BlackBerry, termasuk saya sendiri untuk lebih mawas diri dengan membangun komunikasi interpersonal yang lebih baik antar sesama manusia ^^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar